Mengutip data Bloomberg, Selasa, 23 Juli 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.213 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik tipis tujuh poin atau setara 0,04 persen dari posisi Rp16.220 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat tipis tujuh poin walaupun sebelumnya sempat melemah 40 poin di level Rp16.213 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.220 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp16.205 per USD. Rupiah menguat sembilan poin atau setara 0,06 persen dari Rp16.214 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.204 per USD. Mata uang Garuda tersebut juga menguat 24 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.228 per USD.
Baca juga: Ketidakpastian Pemilu AS Picu Penguatan Rupiah |
Prabowo terlalu ambisius soal pertumbuhan ekonomi
Sementara itu, ambisi Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai delapan persen selama lima tahun masa kepemimpinannya akan sulit tercapai, bila permasalahan struktural ekonomi Indonesia tak dibenahi.
"Karena permasalahan ini, selama dua periode Presiden Joko Widodo menjabat, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran lima persen. Target Jokowi saat masa kampanye Pilpres pada 2014 silam pun tak pernah tercapai, yakni membuat ekonomi Indonesia tumbuh tujuh persen," sebut Ibrahim.
Stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia di level lima persen, menurut dia, dipicu oleh tak terjaganya daya beli masyarakat Indonesia, khususnya kelas menengah.
Diketahui, pada 2015 atau tahun pertama Jokowi efektif menjalankan roda pemerintahan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,8 persen (yoy), melambat dibandingkan 5,02 persen pada 2014, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu kembali ke level 5,03 persen, lalu pada 2017 sebesar 5,07 persen, 2018 mencapai 5,17 persen, dan 2019 kembali ke level 5,02 persen. Pada 2020 atau saat merebaknya pandemi covid-19 ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 2,07 persen.
Saat 2021, ekonomi Indonesia mulai kembali bergeliat dengan pertumbuhan sebesar 3,7 persen. Lalu, pada 2022 naik menjadi 5,31 persen, dan pada 2023 hanya mampu bergerak ke level 5,05 persen. Pada kuartal pertama 2024 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,11 persen.
"Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas memang ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Hingga 2023, porsi konsumsi masyarakat terhadap laju pertumbuhan ekonomi mencapai 53,18 persen. Pada kuartal pertama 2024 bahkan porsinya membengkak menjadi 54,93 persen," tukas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News