Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah pada hari ini utamanya disebabkan oleh meredanya data inflasi AS lebih dari yang diharapkan, dengan imbal hasil Treasury juga turun karena investor memposisikan diri untuk kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Federal Reserve pada Desember.
Data menunjukkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) AS tumbuh 7,7 persen pada Oktober, laju paling lambat dalam sembilan bulan terakhir. Hal tersebut menunjukkan serangkaian kenaikan suku bunga yang tajam oleh The Fed tahun ini sekarang mulai memiliki efek yang dimaksudkan untuk menurunkan inflasi.
"Ini juga mendorong ekspektasi bahwa Fed sekarang akan memperlambat laju kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang," ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya.
Data dari operator bursa CME menunjukkan ekspektasi pasar untuk kenaikan 50 basis poin (bps) oleh The Fed pada Desember melonjak ke probabilitas lebih dari 80 persen dari pembacaan hari sebelumnya sebesar 56,8 persen. Ekspektasi untuk puncak suku bunga AS juga turun di bawah lima persen.
Pergeseran ini terjadi di tengah meningkatnya jumlah anggota Fed yang menyatakan dukungan untuk kenaikan suku bunga yang lebih kecil dalam beberapa bulan mendatang untuk menghindari kerusakan ekonomi. Bank sentral juga telah mengisyaratkan mereka sedang mempertimbangkan langkah seperti itu selama pertemuannya awal bulan ini.
"Tetapi mengingat inflasi masih jauh di atas target dua persen Fed, bank sentral tidak mungkin menghentikan siklus kenaikannya dalam waktu dekat. Ketua Fed Jerome Powell juga telah mengisyaratkan suku bunga dapat mencapai puncaknya pada tingkat yang lebih tinggi dari yang diharapkan, jika inflasi terbukti keras untuk turun," sebutnya.
Baca juga: Rupiah Ngamuk! 'Injak' Dolar AS ke Rp15.495/USD Jelang Akhir Pekan |
Dari dalam negeri Ibrahim menyoroti pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal keempat 2022 akan sedikit mengalami moderasi, terutama mempertimbangkan siklus perekonomian yang biasanya melambat di akhir tahun serta high base-effect.
"Meskipun demikian, pemerintah tetap optimis secara keseluruhan 2022. Pemerintah juga memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,0 persen sampai 5,3 persen," terangnya.
Menurut dia, optimis tersebut karena ada landasan objektifnya, yakni berbagai indikator ekonomi makro yang terus menguat, implementasi berbagai kebijakan yang cukup efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, pengelolaan APBN yang prudent, responsif, dan efektif sebagai instrumen countercyclical sekaligus sebagai peredam gejolak, sehingga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional dapat terus dijaga.
"Selain itu, intervensi kebijakan pemerintah dilakukan baik dari sisi supply melalui berbagai insentif fiskal dan dukungan pembiayaan, bersinergi dengan otoritas moneter dan sektor keuangan, maupun dari sisi demand untuk mendukung daya beli masyarakat baik dalam bentuk berbagai program bansos, subsidi, maupun pengendalian inflasi," paparnya.
Ibrahim memprediksi, rupiah pada perdagangan Senin depan akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar masih alami pelemahan. "Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.460 per USD hingga Rp15.540 per USD," tutup dia.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News