"Indeks dolar telah diperdagangkan dalam kisaran yang ketat akhir-akhir ini, dengan para pedagang menunggu berita dari Federal Reserve terkait penetapan kebijakan terbaru," ungkap Ibrahim dalam analisis harian, dikutip Kamis, 21 September 2023.
Sementara itu, lanjut dia, inflasi Inggris secara tak terduga turun pada Agustus, meningkatkan kemungkinan Bank of England akan menunda siklus kenaikan suku bunga yang berkepanjangan dalam waktu dekat.
Angka utama CPI turun menjadi 6,7 persen pada Agustus dari 6,8 persen pada Juli, bertentangan dengan ekspektasi kenaikan menjadi 7,0 persen. Ini didorong oleh penurunan harga hotel dan tarif penerbangan serta kenaikan harga pangan kurang dari pada waktu yang sama tahun lalu.
BOE akan melakukan pertemuan pada Kamis, dan diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga, mengingat inflasi masih jauh di atas target jangka menengah sebesar dua persen. Namun dengan melemahnya perekonomian Inggris, hal ini bisa menjadi yang terakhir dalam siklus pengetatan saat ini.
Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga lagi pada minggu lalu, karena inflasi masih berada di atas targetnya, namun juga mengisyaratkan bahwa kenaikan pada Kamis mungkin merupakan yang terakhir untuk saat ini. Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) mempertahankan suku bunga utama pinjamannya stabil pada rekor terendah.
"PBOC juga menetapkan titik tengah harian yuan yang lebih kuat dari perkiraan pada Rabu, karena mereka kesulitan menjaga keseimbangan antara mendorong pemulihan ekonomi dan mencegah pelemahan yuan lebih lanjut," terang Ibrahim.
Baca juga: Neraca Perdagangan RI Surplus USD3,12 Miliar, 40 Bulan Berturut-turut! |
Perlambatan ekspor jadi perhatian pasar
Ibrahim mengungkapkan, pasar terus memantau perkembangan perlambatan ekonomi global mulai berdampak terhadap Indonesia, terutama pada ekspor.
Tercatat pada Agustus 2023, ekspor RI terkontraksi minus 21,21 persen secara tahunan (yoy) atau senilai USD22 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terutama didorong oleh penurunan ekspor semua sektor.
Secara kumulatif, ekspor periode Januari-Agustus 2023 mencapai USD171,52 miliar. Penurunan kinerja ekspor tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga terjadi di banyak negara, akibat melemahnya aktivitas ekonomi dunia.
"Meskipun pertumbuhan ekspor Indonesia secara nilai termoderasi, namun masih menunjukkan peningkatan secara volume. Permintaan ekspor produk unggulan Indonesia masih kuat, tercermin dari pertumbuhan volume ekspor non migas yang masih tumbuh 9,5 persen pada periode Januari-Agustus 2023," papar Ibrahim.
Sementara itu, impor di Agustus 2023 tercatat USD18,88 miliar, terkontraksi 14,77 persen (yoy), terutama bersumber dari penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal, sedangkan impor barang konsumsi masih tumbuh sebesar 15,47 persen (yoy). Secara kumulatif impor periode Januari-Agustus 2023 tercatat USD147,18 miliar.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Agustus 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar USD3,12 miliar. Secara kumulatif dari Januari-Agustus 2023, surplus neraca perdagangan mencapai USD24,34 miliar.
"Dengan demikian, Indonesia telah mengalami surplus perdagangan selama 40 bulan berturut-turut," ungkap Ibrahim.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda tersebut akan kembali ditutup melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.360 per USD hingga Rp15.430 per USD," tutup Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News