Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi.
Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi.

Meski Tipis, Rupiah Tak Sanggup Lawan Kedigdayaan Dolar AS

Husen Miftahudin • 02 April 2024 16:44
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami pelemahan tipis.
 
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 2 April 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.897 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun tipis dua poin atau setara 0,02 persen dari posisi Rp15.895 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
"Pada penutupan pasar sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah dua poin walaupun sebelumnya sempat melemah 60 poin di level Rp15.897 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.895 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
 
Sementara itu, data Yahoo Finance menunjukkan rupiah tak bergerak. Rupiah stagnan di posisi Rp15.909 per USD di penutupan hari ini.
 
Baca juga: Inflasi Domestik Semakin Tekan Rupiah ke Level Rp15.960/USD
 

ISM manufaktur AS naik

 
Ibrahim menuturkan, pergerakan rupiah hari ini berkaitan erat dengan angka indeks manajer pembelian manufaktur ISM yang secara tak terduga naik ke angka 50,3 dari 47,8. Pembacaan indeks melampaui 50, yang mengindikasikan ekspansi di bidang manufaktur, untuk pertama kalinya sejak September 2022.
 
"Karena produksi meningkat tajam dan pesanan baru meningkat, menyoroti kekuatan perekonomian dan menimbulkan keraguan mengenai waktu penurunan suku bunga The Fed," papar dia.
 
Data manufaktur yang kuat membuat imbal hasil Treasury AS lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun dan 10 tahun naik ke level tertinggi dalam dua minggu, sehingga meningkatkan dolar AS.
 
Menurut Ibrahim, pasar kini memperkirakan peluang sebesar 61 persen bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada Juni, dibandingkan dengan 70 persen pada minggu sebelumnya, menurut CME FedWatch Tool. Mereka juga memperkirakan pemotongan sebesar 68 basis poin tahun ini.
 
"Namun, data ekonomi yang kuat dibandingkan dengan data indeks harga PCE inti, yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, yang melambat lebih dari perkiraan pada Februari, menunjukkan kejutan kenaikan inflasi baru-baru ini mungkin merupakan penyimpangan dari tren deflasi baru-baru ini," jelas Ibrahim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan