"Secara keseluruhan, sebagai tindakan front-loaded, preemptive, dan forward-looking, kami memperkirakan BI akan terus menaikkan BI7DRRR menjadi 5,50 persen hingga akhir 2022 dan mencapai puncaknya pada pada 2023 atau kemungkinan semester I-2023 menjadi 5,75 persen," ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis, 17 November 2022.
Menurut Faisal, ruang bagi BI untuk tetap menaikkan BI-7DRRR hingga kuartal I-2023 tetap terbuka. Dari sisi eksternal, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed terus menekankan perlunya untuk terus mempertahankan nada hawkish yang hati-hati dalam menaikkan suku bunga acuannya sambil mengakui berita menggembirakan baru-baru ini tentang tingkat inflasi AS, yang turun menjadi 7,7 persen pada 22 Oktober 2022.
"Memang, The Fed telah mengisyaratkan kesiapan untuk memoderasi besaran kenaikan suku bunga acuannya, namun masih perlu melihat lebih jauh indikator pelonggaran inflasi secara luas," kata Faisal.
Baca juga: Kenaikan Inflasi dan Pelemahan Rupiah Paksa BI Kerek Suku Bunga Jadi 5,25% |
"Artinya, ketidakpastian di pasar keuangan global yang dapat menyebabkan capital outflow masih membayangi, memberikan risiko terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi impor," sambungnya.
Dari sisi domestik, Faisal memperkirakan tingkat inflasi akan tetap tinggi, sekitar lima sampai enam persen secara tahunan (yoy), setidaknya hingga semester I-2023 karena penyesuaian harga BBM tidak hanya berdampak pada inflasi harga yang diatur pemerintah, tetapi juga berdampak pada putaran kedua atas barang dan jasa lainnya.
"Karena tekanan datang dari sisi eksternal dan domestik, kami yakin BI akan terus menaikkan BI-7DRRR untuk menjaga stabilitas," pungkas Faisal.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News