Hal ini dilakukan karena adanya ketegangan di Timur Tengah antara Iran dengan rezim Israel yang menimbulkan risiko terhadap pasar di Indonesia, yang diperburuk potensi dampak kenaikan harga minyak hingga USD100 per barel, arus keluar modal, dan depresiasi rupiah.
"Pemerintah dan Bank Indonesia menghadapi dilema dalam memilih antara kebijakan propertumbuhan dan menstabilkan biaya fiskal untuk mengelola nilai rupiah. Mempertahankan BI Rate di tengah tantangan-tantangan ini dapat memberikan sinyal dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal," ungkap Aryo dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 24 April 2024.
Baca juga: Hore! Rupiah Pagi-pagi Menguat Banyak dan Balik Lagi ke Level Rp16.100-an |
Tahan BI rate, kerek yield SBN
Dengan nilai tukar saat ini, lanjut dia, pihaknya menilai kemungkinan besar BI rate masih dapat dipertahankan pada April 2024, mengingat siklus pembayaran dividen yang masih berjalan.
Seiring dengan itu, terdapat kekhawatiran kenaikan BI Rate pada saat ini mungkin takkan memberikan efektivitas signifikan. Skenario yang dinilai memungkinkan bagi BI dan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupiah adalah dengan mempertahankan BI rate dan meningkatkan imbal hasil Surat Utang Negara (SBN).
"Dengan dipertahankannya BI Rate, berarti mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan menaikkan suku bunga, meskipun hal ini dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) karena imbal hasil SBN yang lebih tinggi," ucap Aryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News