"Angka-angka ini gagal mengubah pandangan mengenai penghentian sementara Federal Reserve minggu depan, dan perhatian kini beralih ke pertemuan November sebagai pertemuan penting dalam menentukan sentimen pasar," ungkap Ibrahim dalam analisis harian, dikutip Jumat, 15 September 2023.
Ibrahim melanjutkan, tingkat inflasi inti menunjukkan tanda-tanda stabil pada tingkat yang lebih rendah. Namun demikian, kenaikan harga minyak mentah dapat mendorong tingkat inflasi umum lebih tinggi lagi.
Ia juga melihat masih banyak data inflasi AS yang harus dicerna pada Kamis malam, dalam bentuk harga produsen Agustus. Sementara penjualan ritel diperkirakan menunjukkan perlambatan tingkat pertumbuhan karena konsumen membatasi pengeluaran.
Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) akan bertemu pada Kamis, dan para pedagang telah mulai menilai kembali posisi mereka setelah laporan Reuters mengindikasikan pembuat kebijakan ECB memperkirakan inflasi di 20 negara zona euro akan tetap di atas tiga persen tahun depan, memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga kesepuluh berturut-turut.
Kemudian, Bank of England diperkirakan masih akan menambah 14 kenaikan suku bunga sejak akhir 2021 ketika para pengambil kebijakan bertemu minggu depan, menaikkan suku bunga menjadi 5,5 persen dari 5,25 persen.
"Perekonomian belum memasuki resesi seperti yang dikhawatirkan, pertumbuhan upah menunjukkan sedikit tanda-tanda perlambatan, dan para ahli statistik resmi telah meningkatkan data secara tajam untuk menunjukkan Inggris pulih lebih awal dari covid-19 dibandingkan perkiraan sebelumnya. ECB masih bisa menaikkan suku bunga pada Kamis," papar Ibrahim.
Baca juga: Waduh! Pendapatan Per Kapita Masyarakat RI Cuma Nambah USD200/Tahun |
Pantau kebijakan Bank Indonesia
Di sisi lain, Ibrahim menyampaikan, para pelaku pasar terus memantau kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, yang masih tumbuh kuat ditopang oleh konsumsi masyarakat serta permintaan domestik.
"Hal ini perlu dijaga dengan memperluas sumber-sumber perekonomian domestik, termasuk dukungan dari sektor keuangan khususnya kredit perbankan," papar dia.
Pasalnya, dari sisi ekspor, Indonesia sudah mengalami penurunan dikarenakan perekonomian Tiongkok yang melemah di mana mayoritas ekspor RI ditujukan ke Tiongkok.
Tantangannya ke depan, sebut Ibrahim, bagaimana agar momentum pertumbuhan ekonomi pascacovid dapat terus terpelihara di tengah melambatnya ekonomi Tiongkok yang berdampak terhadap melemahnya ekspor. Ini terlihat dari turunnya harga-harga komoditas.
"Dalam hal ini, BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi perbankan," terang dia.
Diketahui, kredit perbankan pada Juli 2023 tercatat sebesar 8,54 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,7 persen. Namun, penyaluran kredit masih perlu didorong agar sesuai dengan upaya dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Untuk itu, BI melakukan penguatan stimulus bagi perbankan dengan menerbitkan kebijakan insentif makroprudensial, yang mana akan menambah insentif likuiditas bagi perbankan sebesar Rp158 triliun yang sebelumnya sebesar Rp108 triliun," tutup Ibrahim.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda tersebut akan ditutup menguat.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.330 per USD hingga Rp15.400 per USD," tutup Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News