Aktivitas ekonomi pun terganggu, termasuk sektor keuangan yang mengalami kontraksi akibat pembatasan aktivitas masyarakat.
Begitu pun pasar saham. Pada awal 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu melaju di zona positif hingga mencapai level 6.325. Penyebaran virus korona yang masif sehingga World Health Organization (WHO) menetapkan keadaan dunia sebagai pandemi membuat sentimen negatif bagi pasar dan membuat IHSG anjlok.
Otoritas pun menerapkan berbagai kebijakan untuk menahan laju penurunan indeks. Beberapa di antaranya dengan melakukan penghentian saham sementara atau trading halt, mengubah batasan auto rejection atas perdagangan saham di bursa, dan mengizinkan emiten untuk melakukan pembelian saham kembali atau buyback tanpa RUPS.
Namun semakin memburuknya kondisi global dan nasional akibat virus korona membuat IHSG tambah terperosok. Ditambah, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020 membuat kalangan investor global dan domestik menunjukkan respons yang kurang baik terhadap pasar keuangan.
Berdasarkan catatan Medcom.id, IHSG mencapai titik terendah pada Selasa, 24 Maret 2020 yaitu mencapai level 3.937. Posisi tersebut anjlok 37,49 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu.
Pemburukan pasar saham itu pun diakui Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi. Ia mengatakan penurunan kinerja pasar saham terjadi mulai awal pengumuman kasus korona pertama di Indonesia sampai dengan perkembangan meluas dampak virus korona di berbagai negara.
"IHSG sempat menyentuh angka terendah pada Selasa, 24 Maret 2020 turun sebesar 37,49 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu," kata Inarno pada, Jumat, 24 April 2020.
Tetapi Inarno menegaskan penurunan kinerja saham tersebut tidak terjadi di bursa saham Indonesia saja melainkan seluruh indeks global terdampak kepanikan virus korona. Ia menyebut pada saat itu bursa saham Austria anjlok sangat dalam yakni 25,05 persen, disusul UEA dan Brasil masing-masing 32,73 persen dan 31,7 persen.
"2020 ini hampir seluruh indeks bursa global mengalami penurunan diikuti kapitalisasi pasar," ungkapnya.
Akibat kondisi tersebut, investor asing pun keluar dari pasar saham domestik. Mereka beralih berinvestasi ke instrumen yang lebih bersifat safe haven seperti dolar Amerika Serikat, emas, dan obligasi pemerintah.
"Kita sudah alami krisis semacam ini berkali-kali. Kita lihat behavior dari investor asing itu memang mereka dalam suatu kondisi yang sifatnya mereka anggap kritis, semua lari ke (investasi) safe haven," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo.
Transaksi harian pun mengalami penurunan akibat pandemi. Pada pertengahan 17 Juni 2020 Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan transaksi harian di pasar modal hanya Rp7,7 miliar. Sementara pada 2019 mencapai Rp9,1 miliar. Investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih senilai USD720 juta di pasar saham.
Meskipun demikian, Hasan mengungkapkan krisis yang terjadi akibat pandemi ini berbeda dengan krisis 2008 lalu. Pada 2008 IHSG bergerak secara gradual selama 10 bulan sampai menyentuh titik terendah. Sedangkan pada krisis tahun ini, IHSG bergerak begitu cepat.
Hanya kurang dari dua bulan IHSG sudah menyentuh titik terendah. Setelah itu, IHSG pun kembali bangkit karena adanya sentimen dan harapan bahwa perekonomian akan kembali pulih.
Selain itu, pemulihan pasar saham dalam negeri juga didukung oleh kinerja emiten yang cukup baik di masa pandemi. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, performa perusahaan tercatat di Indonesia pada kuartal I-2020 masih mengungguli negara ASEAN.
"Penurunan ternyata terjadi di negara ASEAN lainnya, malah relatif lebih berat dari kita. Di ASEAN hanya kita yang ada pertumbuhan pendapatannya satu persen," sebut Nyoman dalam diskusi virtual, Jumat, 26 Juni 2020.
Ia menyebutkan, pertumbuhan negara-negara ASEAN mayoritas minus, seperti Malaysia minus 5 persen, Singapura minus 16 persen, Thailand dua persen. "Dari segi laba malah Malaysia minus 35 persen, Singapura minus 30 persen, Thailand 41 persen," ujarnya.
Sejauh ini, Nyoman menjelaskan BEI telah memberikan relaksasi kepada emiten untuk menghadapi masa sulit akibat pandemi. BEI juga memperpanjang tenggat waktu penyampaian laporan keuangan (lapkeu) kuartal I-2020 dan laporan tahunan selama dua bulan dari waktu yang ditetapkan.
Tak hanya itu, penguatan IHSG juga didorong oleh meningkatnya aktivitas yang dilakukan investor retail. Di tengah pandemi dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) justru membuat investor retail semakin aktif bertransaksi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pandemi telah memberikan dampak positif terhadap jumlah investor di Tanah Air. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, saat ini tercatat jumlah investor mencapai lebih dari tiga juta.
"Untung ada pandemi sehingga investor kita jadi banyak," kata Hoesen di Jakarta, Senin, 10 Agustus 2020.
Ia menyebutkan dalam satu bulan terakhir jumlah investor tumbuh lebih dari 20 ribu. Angka ini sangat berbeda dengan hari normal yang berada dibawahnya.
Meski pergerakan IHSG bak roller coaster akibat pandemi covid-19, hingga Desember 2020 bursa saham Indonesia mampu bertahan dan melewati krisis ekonomi 2020. Aktivitas pasar modal pun mulai pulih.
Berdasarkan data RTI satu bulan terakhir performa IHSG sudah positif 3,26 persen. Performa IHSG juga membaik bila dari tiga bulan dan enam bulan terakhir yakni positif 14,40 persen dan 21,45 persen.
Hoesen juga menyebutkan, pada 7 Desember 2020 IHSG sudah kembali menguat dan berada pada posisi 5930,76, atau tumbuh -5,85 persen year to date dan kapitalisasi pasar dari BEI mencapai Rp6.895 triliun.
"Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan peer country di ASEAN, seperti Singapura yang mengalami yang minus 12,25 persen, Thailand minus 8,23 persen, Filipina 7,83 persen," ungkap Hoesen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News