Mengutip data Bloomberg, Rabu, 19 Juni 2024, rupiah hingga pukul 10.05 WIB berada di level Rp16.366 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik sebanyak 46 poin atau setara 0,28 persen dari Rp16.412 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.359 per USD, naik 35 poin atau setara 0,21 persen dari Rp16.394 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.400 per USD hingga Rp16.470 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
Baca juga: Rupiah Diramal Bisa Tembus Rp17.000/USD |
Masih dihantui risiko ekonomi global
Menurut Ibrahim, risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. Penyebabnya adalah ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan.
"Kemudian, ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan pemilihan umum (pemilu) di seluruh dunia sejak 2000. Inflasi terus menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter," tutur dia.
Suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global. Beberapa perekonomian besar juga berisiko tumbuh lebih lambat dari perkiraan karena berbagai tantangan domestik. Bencana alam tambahan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga dapat menghambat aktivitas ekonomi.
Di sisi positifnya, inflasi global dapat lebih cepat moderat daripada yang diasumsikan pada baseline, sehingga memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat. Selain itu, pertumbuhan di Amerika Serikat (AS) bisa jadi lebih kuat dari yang diperkirakan.
Untuk mencegah agar risiko ekonomi global yang negatif, sebut Ibrahim, maka pemerintah harus terus berkolaborasi dengan pemangku kebijakan untuk mendukung pertumbuhan baik jangka menengah maupun jangka panjang.
"Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas, efisiensi investasi publik, membangun sumber daya manusia dan menutup kesenjangan gender di pasar tenaga kerja," ungkap Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News