Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Ramdani.
Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Ramdani.

Ekonomi Global Diramal Ambruk, Rupiah Ikut-ikutan Tersungkur

Husen Miftahudin • 10 Januari 2024 16:54
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini mengalami pelemahan cukup dalam, sama seperti saat pembukaan.
 
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 10 Januari 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp15.569 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah sebanyak 49 poin atau setara 0,32 persen dari posisi Rp15.520 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
 
"Pada penutupan pasar hari ini, mata uang rupiah ditutup melemah 49 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 65 poin di level Rp15.569 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.520 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
 
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona merah pada posisi Rp15.565 per USD. Rupiah melemah 51 poin atau setara 0,32 persen dari Rp15.514 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.568 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 50 poin dari perdagangan di hari sebelumnya di level Rp15.518 per USD.
 
Baca juga: Rupiah Kembali Babak Belur
 

Ekonomi global diramal ambruk

 
Ibrahim mengatakan, pasar merespons negatif dari rilis Bank Dunia dalam Global Economic Prospects January 2024 yang memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4 persen pada tahun ini dibandingkan 2,6 persen pada 2023.
 
Sedangkan pada 2025, ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0 persen.
 
"Pertumbuhan sebesar 2,6 persen pada 2023 juga akan menjadi yang terendah dalam 50 tahun, di luar resesi global saat pandemi. Bank Dunia juga menyebut ini adalah kali pertama mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi terus melandai selama tiga tahun beruntun," ucap Ibrahim.
 
Bank Dunia juga mengingatkan adanya risiko besar untuk pertumbuhan ke depan dari konflik di Timur Tengah, gangguan di pasar komoditas, mahalnya ongkos pinjaman, bengkaknya utang, melandainya ekonomi Tiongkok, inflasi yang masih tinggi, serta perubahan iklim yang ekstrem.
 
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9 persen. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9 persen dari 5,0 persen pada proyeksi Juni lalu.
 
"Proyeksi bank dunia tidak sejalan dari proyeksi pemerintah yang mencapai sebesar 5,2 persen," tutur dia.
 
Menurut Ibrahim, salah satu dampak sulitnya pertumbuhan ekonomi 2024 di 5,2 persen adalah Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah dari lonjakan harga komoditas untuk tahun ini dan tahun depan.
 
"Sehingga akan berpengaruh terhadap ekspor impor serta melandainya ekonomi Tiongkok yang merupakan salah satu mitra bisnis terbesar Indonesia," tutup Ibrahim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan