"Jika melihat laju inflasi bulanan dan tahunan yang under controlled (terkendali) meskipun masih di atas jangkar inflasi yang tiga persen, saya perkirakan pada RDG BI besuk BI masih akan menaikkan BI7DRRR sebesar 25-50 bps menjadi 5,5 persen-5,75 persen supaya laju inflasi lebih terkendali sehingga bisa diarahkan ke target sasaran tiga persen di semester I-2023," ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu, 21 Desember 2022.
Lebih lanjut, kenaikan suku bunga acuan juga akan dilakukan untuk mengimbangi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang telah kembali naik 50 bps atau kini telah mencapai 4,50 persen.
"Dengan kenaikan BI Rate sebesar 25-50 bps, maka spread antara BI Rate dengan Fed Fund Rate menjadi tidak terlalu jauh, yakni berkisar 125-150 bps sehingga cukup bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS," lanjut Ryan.
Didukung kerja keras tim pengendali inflasi, khususnya inflasi pangan, efektivitas kebijakan moneter menjadi lebih baik untuk menekan laju inflasi. Selain itu, dengan kenaikan suku bunga acuan Fed yang tidak lagi agresif, BI memiliki pilihan yang lebih longgar untuk menaikkan suku bunga acuan antara 25 bps atau 50 bps.
Ryan sendiri lebih menyarankan BI menaikkan suku bunga acuan kali ini sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen. "Sehingga ke depannya BI masih punya ruang untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Fed dari Januari-Maret 2023 sebesar 75 bps menjadi 5,0 persen-5,25 persen sebagai puncak tertingginya dan bertahan sepanjang 2023, untuk kemudian melandai mulai awal 2024," tegasnya.
Baca juga: Inflasi dan Depresiasi Rupiah Diramal Berlanjut di 2023 |
Kenaikan suku bunga acuan 25 bps juga dikatakan akan memberikan stance bahwa bank sentral masih memberikan kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, dengan kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps tidak akan direspons oleh kenaikan bunga simpanan dan kredit secara agresif.
"Ini lantaran bank-bank juga tidak menghendaki debiturnya mengalami masalah kalau bunga kredit dinaikkan lagi karena beban menjadi bertambah. Sehingga, ini bisa mengganggu cash flow debitur yang pada akhirnya menekan kemampuan debitur memenuhi kewajibannya kepada bank dan berujung pada kenaikan NPL," ujar Ryan.
"Maka, bank-bank juga harus cermat mengelola likuiditas dan menjaga kualitas kreditnya. Langkah tadi juga penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut di 2023 nanti," tambahnya.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News