Ilustrasi. FOTO: MI/ROMMY PUJIANTO
Ilustrasi. FOTO: MI/ROMMY PUJIANTO

Inflasi dan Depresiasi Rupiah Diramal Berlanjut di 2023

Antara • 20 Desember 2022 21:01
Jakarta: Kepala Center of Digital Economy and SMEs Indef Eisha Rachbini memprediksi sektor moneter dari domestik kembali menghadapi tantangan di 2023. Hal itu akibat inflasi yang tinggi dan depresiasi rupiah yang akan berlanjut pada tahun depan.
 
"Di 2023 ada trade off antara kita tetap tumbuh tapi di tengah ketidakpastian tersebut ada suku bunga yang tinggi dan inflasi. Sehingga ini perlu diperhatikan agar masyarakat terus memiliki daya beli dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan,” ujarnya, dilansir dari Antara, Selasa, 20 Desember 2022.
 
Ahli Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menyampaikan bahwa inflasi pada 2022 lebih tinggi daripada 2021. Pada sisi penawaran, terjadi kenaikan harga-harga komoditas dunia dan juga ada gangguan pasokan global dan domestik. Penyumbang utama inflasi tahunan di antaranya komoditas bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tarif angkutan udara.

Begitu juga dengan nilai tukar yang secara tren mengalami kenaikan dari berkisar Rp14.000 hingga kini menjadi di atas Rp15.000. Bank Indonesia pun merespons dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen pada November.
Baca: PT PII Gandeng Baznas Jakarta Sukseskan Program Semua Bisa Makan

"Ini juga merespons dari inflasi yang ada di Indonesia. Kalau kita lihat Agustus-September inflasi terjadi 5,9 persen, kemudian direspons bank sentral menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen,” ujarnya.
 
Lebih lanjut, Eisha menyampaikan, kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia telah bersinergi cukup baik sejak pandemi berlangsung hingga saat ini di masa pemulihan. Dalam menjalankan kebijakan moneter menjaga inflasi dan nilai tukar, Bank Indonesia membantu kecukupan anggaran pemerintah dengan skema burden sharing pada SBN.
 
Di sisi fiskal, pemerintah telah melakukan efisiensi belanja dengan mengalihkan dan mengurangi proporsi belanja pegawai, termasuk mengalihkan pada belanja untuk menopang kesejahteraan masyarakat dalam bentuk belanja sosial dan belanja lain.
 
Namun, pencapaian sasaran target pembangunan di 2023 yang lebih tinggi dari sasaran 2022 perlu mendapat perhatian karena tantangan resesi global di 2023 dapat memengaruhi ekonomi domestik. Trade off antara inflasi dan tingkat pengangguran pada jangka pendek perlu mendapatkan perhatian untuk mencapai sasaran target tingkat pengangguran di 2023.
 
"Selain itu, inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli dan memengaruhi tingkat kemiskinan dan kesenjangan," pungkas Eisha.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan