"Buku ini merupakan komitmen nyata dari kuatnya komitmen BI akan transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat luas," ungkap Gubernur BI Perry Wajiyo, Jumat, 21 Oktober 2022.
Terdapat tiga pesan utama dalam buku ini yaitu asesmen stabilitas sistem keuangan semester I-2022, inovasi bauran kebijakan BI, serta sinergi BI dengan KSSK.
Terkait asesmen stabilitas sistem keuangan, BI berpandangan bahwa stabilitas sistem keuangan berada dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan ekonomi dunia, tingginya inflasi global, serta agresifnya kebijakan moneter negara maju.
"Alhamdulillah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 lalu mencapai 5,44 persen dan karenanya mendukung stabilitas sistem keuangan. Kinerja intermediasi menguat dengan pertumbuhan kredit pada akhir semester I-2022 mencapai 10,66 persen," tutur Perry.
Menurutnya, pulihnya intermediasi ini merupakan hasil dari respons kebijakan akomodatif BI bersinergi erat dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Jika dilihat dari sisi dunia usaha, pemulihan kinerja korporasi dan rumah tangga dikatakan telah menunjukkan peningkatan pembiayaan. Kemudian dari sisi perbankan, standar penyaluran kredit juga semakin longgar. Ketahanan sektor keuangan juga terjaga ditopang oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang relatif longgar.
"Tingkat permodalan perbankan tinggi dengan CAR tercatat sebesar 24,66 persen sehingga perbankan memiliki ketahanan dan bantalan yang kuat untuk menyerap potensi penurunan kualitas kredit. Likuiditas perbankan juga sangat longgar. Tercermin dari rasio AL/DPK yang tercatat sebesar 29,99 persen dan ini merupakan komitmen BI untuk menempuh kebijakan likuiditas longgar. Demikian juga inklusi keuangan yang terus meningkat didorong oleh akselerasi digitalisasi," ujar Perry.
Terkait inovasi bauran kebijakan, BI terus melakukan penguatan bauran kebijakan untuk menjawab berbagai potensi tekanan ke depan, termasuk ekspektasi inflasi.
Di bidang moneter, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebagai langkah front loaded, preemptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran yaitu tiga persen plus minus satu persen atau maksimum empat persen pada kuartal III-2023.
"Kebijakan ini juga diperkuat dengan koordinasi kami yang sangat erat dengan pemerintah pusat dan daerah melalui pengendalian inflasi dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah melalui 46 kantor BI," lanjut Perry.
BI juga dikatakan telah melanjutkan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder atau operation twist untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Di sistem pembayaran, upaya penguatan juga terus dilakukan untuk mengakselerasi terwujudnya integrasi ekonomi keuangan digital secara nasional. BI terus memperluas penggunaan QRIS yang pada akhir semester I-2022 telah mencapai 21 juta pengguna dengan 19 juta merchant yang sebagian besar merupakan UMKM.
BI juga berupaya untuk memperkuat transaksi lintas negara khususnya dengan Thailand dan Malaysia serta dengan negara ASEAN 5 lainnya. Pemanfaatan BI Fast juga terus didorong agar transaksi keuangan bisa lebih efisien dan andal.
"Pendalaman pasar keuangan terus didorong, termasuk pendalaman pasar valuta asing dengan memperluas penggunaan instrumen lindung nilai, hedging dan juga meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam berbagai transaksi perdagangan dan investasi antar negara," tegas Perry.
Baca juga: BI: Kebijakan Moneter Indonesia Tetap Maju di Tengah Inflasi |
Di bidang makroprudensial, kebijakan akomodatif terus diperkuat untuk mendorong kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. Inovasi kebijakan BI diarahkan untuk mendorong kinerja intermediasi serta ekonomi inklusi keuangan dengan tetap menjaga ketahanan sistem keuangan.
"Kami mengapresiasi kontribusi perbankan dalam mengakselerasi ekonomi nasional melalui peningkatan kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha. Menyambut semangat tersebut dan agar peran perbankan memberi dampak yang lebih besar dan luas, BI juga meningkatkan besaran insentif GWM bagi bank yang menyalurkan kredit dan pembiayaan kepada 46 sektor prioritas termasuk UMKM dan inklusif serta memperluas cakupan sektor tersebut," ujarnya.
Selain itu, kebijakan RPIM (Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial) juga disempurnakan untuk mengoptimalkan kontribusi perbankan dalam mewujudkan keuangan inklusif sesuai kapasitas masing-masing bank.
BI juga mengapresiasi dukungan perbankan untuk menjaga suku bunga kredit tetap akomodatif. Sejalan dengan itu, kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit akan dilanjutkan hingga masyarakat luas dapat ikut berpartisipasi untuk mendorong terbentuknya suku bunga yang efisien dan kompetitif.
"Instrumen kebijakan countercyclical capital buffer, rasio intermediasi makroprudensial, dan loan to value ratio (LTV) atau financing to value ratio (FTV) untuk kredit pembiayaan sektor otomotif juga tetap kami arahkan secara akomodatif sehingga mendukung penyaluran kredit pembiayaan kepada dunia usaha," sebut Perry.
Untuk tetap menjaga ketahanan perbankan, rasio penyangga likuiditas makroprudensial untuk bank umum konvensional ditetapkan sebesar enam persen dan bank umum syariah sebesar 4,5 persen yang seluruhnya dapat dilakukan repo kepada BI untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Terkait sinergi, BI terus memperkuat sinergi kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan melalui 4 lembaga anggota KSSK yaitu Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS. Ketahanan sistem keuangan yang terjaga ini menjadi landasan bagi KSSK untuk tetap optimis, dengan terus mewaspadai seluruh tantangan dan risiko yang dihadapi.
Sinergi kebijakan terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor dan inklusi ekonomi dan keuangan.
"Seluruh upaya asesmen dan sinergi yang kami lakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sepanjang semester I-2022 kami tuangkan dalam buku ini. Buku ini kami persembahkan bagi para pelaku dan pembuat keputusan di industri keuangan nasional, pemerintah dan otoritas, akademisi, seluruh masyarakat Indonesia serta mitra BI di mancanegara," ujarnya.
"Mari bersama kita wujudkan sinergi yang kuat untuk mendukung terwujudnya ketahanan sistem keuangan dan penguatan kinerja intermediasi sehingga ekonomi kita bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat," pungkas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News