Direktur Eksekutif Segara Research Piter Abdullah Redjalam mengatakan saat mengalami defisit keuangan, mayoritas responden lebih memilih untuk meminjam ke keluarga (39,05%) atau meminjam ke Pinjaman Digital (Pindar) (29,37%). Sementara lembaga keuangan formal seperti bank bukan pilihan yang populer (8,45%).
| Baca juga: Alternative Credit Scoring Berbasis Data Transaksi Bisa Dorong Pembiayaan UMKM di Luar Jawa |
“Dalam memilih sumber pembiayaan, mayoritas responden lebih mempertimbangkan kecepatan pencairan dana, di mana 73,5% responden memilih meminjam ke Pindar dikarenakan faktor ini,” tegas dia.
Sementara responden lain dengan pertimbangan kemudahan memilih untuk meminjam dari perusahaan tempat bekerja (62,5%), pegadaian (59,1%), dan rentenir (45,0%). Kecepatan dan kemudahan menjadi pertimbangan utama mengindikasikan adanya kebutuhan dana yang mendesak di masyarakat, sehingga besarnya suku bunga atau biaya pinjaman tidak menjadi sesuatu yang penting.
Survey tidak mendapatkan bukti yang cukup kuat secara statistik terkait adanya pemotongan pinjaman yang diberikan kepada peminjam di semua pilihan sumber pinjaman. Dia menuturkan mayoritas responden menyatakan jumlah uang pinjaman yang diterima adalah sama dengan jumlah pinjaman dalam perjanjian.
Hanya beberapa responden yang menyatakan pernah mengalami potongan di mana jumlah pinjaman yang diterima lebih kecil dibandingkan jumlah pinjaman sesuai perjanjian.
Mayoritas responden juga menyatakan mereka membayar cicilan pokok dan bunga secara tetap. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan adanya pembayaran yang sangat besar di awal yang dirasakan sebagai beban dan memberatkan nasabah.
Secara umum, lebih dari separuh responden (51,08%) merasa bunga pinjaman yang mereka bayarkan tergolong cukup rendah dan tidak memberatkan. Sumber pembiayaan seperti bank, perusahaan atau koperasi pegawai, atau pegadaian/LKBB secara umum dipersepsikan memiliki bunga yang rendah.
Mayoritas responden dari ketiga sumber ini menyatakan bunga yang dikenakan cukup rendah, dengan persentase masing-masing 65,52% untuk bank, 64% untuk perusahaan, dan 77,42% untuk pegadaian.
Namun hasil berbeda didapatkan untuk rentenir dan Pindar. Mayoritas peminjam dari rentenir dan Pindar merasa suku bunga yang mereka bayarkan tinggi dan membebani (masing-masing 60,87% dan 56,17%).
Pada sumber pinjaman yang bunganya dipersepsikan rendah seperti bank, perusahaan/koperasi pegawai, dan pegadaian/LKBB, tingkat kelancaran pembayaran secara umum sangat tinggi.
Di bank, terdapat 12,07% responden yang pembayaran cicilannya ada kendala (tidak begitu lancar) dan hanya 1,72% menyatakan macet. Angka kredit macet ini sejalan dengan angka NPL di perbankan nasional.
Mayoritas mampu bayar cicilan
Meskipun bunga Pindar dipersepsikan tinggi, hasil survey menunjukkan hampir seluruh peminjam Pindar (96,85%) mampu membayar cicilan pokok dan bunga secara lancar (62,52%) atau minimal kurang lancar (34,33%). Yang menyatakan pembayaran cicilannya macet hanya sebesar 3,15%.Walaupun dipersepsikan memiliki bunga yang paling tinggi dan memberatkan, survey menunjukkan bahwa tidak ada satu pun responden peminjam rentenir yang pembayaran cicilannya macet. Sebagian besar peminjam rentenir (65,22%) mengakui pembayaran cicilannya tidak begitu lancar. Hanya 34,88% yang benar-benar lancar.
“Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden lebih mempertimbangkan kecepatan dalam memilih sumber pembiayaan (pinjaman) dan mereka juga lancar dalam melakukan pembayaran cicilan pokok dan bunga,” tegas dia.
Sementara jumlah responden yang memilih sumber pinjaman dengan pertimbangan suku bunga rendah relatif sedikit, dan di antara mereka masih terdapat yang pembayaran cicilannya bermasalah. Hal ini mengindikasikan pertimbangan suku bunga tidak mempengaruhi kinerja pembayaran cicilan.
Tujuan dari survei adalah untuk memahami perilaku peminjam dalam memilih sumber-sumber pembiayaan, termasuk di antaranya mendalami pengaruh faktor suku bunga dan non suku bunga terhadap pilihan sumber pembiayaan dan kelancaran pembayaran kembali oleh peminjam.
Responden survei umumnya berusia antara 21–30 tahun (60,43%), berstatus tidak/belum kawin (63%), dan mayoritas berpendidikan SMA atau bahkan sarjana. Pekerjaan responden yang terbanyak adalah karyawan/buruh (28,47%), diikuti oleh pengelola UMKM (26,11%) dan bekerja mandiri (18,56%).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News