Mengutip data Bloomberg, Jumat, 13 September 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.401 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 38 poin atau setara 0,24 persen dari posisi Rp15.439 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 38 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 45 poin di level Rp15.401 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.439 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp15.395 per USD. Rupiah menguat 30 poin atau setara 0,19 persen dari Rp15.425 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.405 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 16 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp15.421 per USD.
Baca juga: Jumat Pagi, Rupiah Paksa Dolar AS Bertekuk Lutut |
Ekonomi RI hadapi banyak tantangan
Ibrahim mengungkapkan, ekonomi Indonesia tengah berada di persimpangan jalan yang penuh tantangan. Serangkaian data terbaru menunjukkan sinyal-sinyal pelemahan yang semakin mengkhawatirkan.
"Deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut, penurunan Purchasing Managers Index (PMI) di bawah ambang batas ekspansi, dan peningkatan angka pengangguran menjadi bukti nyata melambatnya pertumbuhan ekonomi," sebut dia.
Kondisi deflasi yang tidak biasa ini mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat, terutama kelas menengah. Penurunan konsumsi, khususnya pada sektor restoran dan properti, memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian.
"Kondisi ini semakin diperparah dengan penurunan permintaan kredit, baik untuk modal kerja maupun konsumsi," ungkap Ibrahim memperingatkan.
Situasi ekonomi global yang tidak menentu, terutama dengan ancaman resesi di Amerika Serikat, turut memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. The Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan menurunkan suku bunga secara agresif untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Menurut Ibrahim, langkah ini diharapkan dapat menstimulus ekonomi Amerika Serikat, serta berdampak positif pada perekonomian Indonesia.
Sementara Bank Indonesia yang sebelumnya mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen, kemungkinan dalam pertemuan minggu depan akan kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 bps ke 6,0 persen. Walaupun dalam pertemuan sebelumya, BI baru akan menurunkan suku bunga di Desember.
"Kalau suku bunga bisa turun ini akan memberikan stimulan atau dorongan ke sektor perbankan untuk menurunkan suku bunga sesuai arahan Bank Indonesia. Dan akan berdampak terhadap mata uang rupiah kembali menguat, inflasi terkendali, perekonomian kembali tumbuh, itu dibarengi dengan lowongan kerja yang terus meningkat," ucap Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News