"Deflasi yang terjadi sekarang ini diyakini bersifat temporer saja, tidak akan terus menerus. Tren jangka panjangnya masih dorongan inflasi," ujarnya saat dihubungi, Rabu, 2 November 2022.
Piter mengatakan, deflasi pada Oktober disebabkan oleh upaya pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengendalikan harga-harga bahan pangan. Hal itu terlihat dari komponen volatile price (harga bergejolak) yang mengalami penurunan inflasi dari 9,02 persen (yoy) di September menjadi 7,19 persen (yoy).
Sementara bahan makanan tercatat mengalami deflasi lebih dalam secara bulanan. Pada Oktober 2022, deflasi bahan pangan ada di level 1,49 persen (mtm) lebih dalam dari deflasi bulan sebelumnya yakni 0,68 persen (mtm).
Lebih lanjut, Piter menyatakan, deflasi yang terjadi pada Oktober dapat mengompensasi tingkat inflasi sepanjang 2022 ini. Dia menyatakan, karena deflasi itu, tingkat inflasi tahun ini berpotensi lebih rendah dari enam persen.
"Dengan deflasi ini, inflasi Indonesia di 2022 masih akan tetap terjaga di bawah enam persen. Cukup rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang saat ini masih berjuang melawan inflasi tinggi," terangnya.
Senada, Ekonom Makroekonomi dan Keuangan dari Lembaga Penyelidikan Masyarakat dan Ekonomi Universitas Indonesia Teuku Riefky menyatakan komponen pangan menjadi faktor utama pendorong terjadinya deflasi pada Oktober 2022.
Hal itu karena terjadi penurunan harga pangan akibat stok yang meningkat dan operasi pasar yang dilakukan pemerintah. "Deflasi ini sebetulnya terjadi karena stok pangan yang meningkat dan operasi pasar yang relatif berhasil. Ini kemudian mendorong turunnya harga pangan," ujarnya.
Dia mengatakan, deflasi yang terjadi pada Oktober masih tergolong relatif aman. Sebab, di saat yang sama, inflasi pada komponen inti mengalami sedikit peningkatan. Itu berarti masyarakat masih memiliki daya beli.
Baca juga: BKF: Upaya Pengendalian Inflasi Pangan Beri Hasil Positif |
Pemerintah, kata Riefky, telah berhasil menekan peningkatan inflasi pangan. Ini menurutnya perlu untuk dijaga. Sebab, tren ancaman inflasi masih membayangi Indonesia.
"Memang ke depan tampaknya inflasi masih tinggi, karena second round dari kenaikan harga BBM juga masih terus terasa. Tampaknya, BI juga perlu terus melakukan stance pengetatan kebijakan moneter untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran 3-4 persen," ujarnya.
"Ini juga perlu terus untuk ahead of the curve, karena dari sisi bank sentral AS, The Fed, juga masih akan terus agresif," lanjut Riefky.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi pada Oktober 2022 di level 0,11 persen (mtm), berbanding terbalik jika dibandingkan dengan kondisi September yang mengalami inflasi sebesar 1,17 persen (mtm).
Dengan deflasi di Oktober itu, maka inflasi secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 5,71 persen (yoy), sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 5,95 persen (yoy). Sedangkan inflasi tahun kalender (ytd) tercatat sebesar 4,73 persen.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News