"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Desember 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis, 21 Desember 2023.
Perry menjelaskan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga," jelas dia.
Baca juga: BI Berpeluang Turunkan Suku Bunga di Tahun Pemilu |
Ekonomi global tahun depan melambat
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan melambat menjadi 2,8 persen. Sementara untuk tahun ini sebesar 3 persen."Perekonomian dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mulai mereda," ucap Perry.
Ia menuturkan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tahun 2023 lebih baik dari prakiraan awal ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspansi pemerintah.
Sementara itu, ekonomi Tiongkok melemah seiring dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh terbatas.
"Inflasi di negara maju, termasuk di AS, dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih di atas sasaran," sebut dia,
Suku bunga kebijakan moneter, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diperkirakan telah mencapai puncaknya namun masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama (high for longer).
Demikian pula dengan yield obligasi Pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, diperkirakan dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih akan tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah.
"Ke depan, sejumlah risiko dapat kembali meningkatkan ketidakpastian perekonomian dunia, di antaranya masih berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara termasuk Tiongkok, serta masih tingginya suku bunga kebijakan moneter dan yield obligasi di negara maju," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News