Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah utamanya disebabkan pernyataan pejabat Federal Reserve AS yang mengisyaratkan lebih banyak kenaikan suku bunga akan datang dalam waktu dekat dan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan AS-Tiongkok.
"Dua pejabat Fed menguraikan kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih curam untuk memerangi inflasi yang merajalela. Presiden Fed San Francisco Mary Daly mengatakan The Fed memiliki 'jalan panjang' sebelum inflasi dapat dijinakkan, yang kemungkinan mengarah pada lebih banyak kenaikan suku bunga," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya, Rabu, 3 Agustus 2022.
Secara terpisah, Presiden Fed Chicago Charles Evans menandai kenaikan suku bunga besar lainnya, tetapi menyatakan harapan terhadap langkah seperti itu dapat dihindari.
Setelah menaikkan suku empat kali tahun ini, The Fed sekarang akan bertemu pada akhir September untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Inflasi telah mencapai tingkat tahunan 9,1 persen yang mengejutkan di AS, sehingga memberikan tekanan pada bank untuk memperketat kebijakan lebih lanjut.
"Data grup CME sekarang menunjukkan mayoritas investor memposisikan untuk kenaikan 0,5 persen pada September, yang akan menempatkan suku bunga antara 2,75 persen hingga 3,0 persen," urainya.
Dari dalam negeri Ibrahim menilai perekonomian domestik masih akan menguat, sejalan dengan beberapa indikator ekonomi yang masih positif, baik dari sektor keuangan, moneter, pasar tenaga kerja, dan industri.
"Selain itu, investasi dan ekspor yang diperkirakan tetap kuat hingga akhir tahun akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di 2022," papar Ibrahim.
Baca juga: Duh, Rupiah Tergelincir ke Rp14.911/USD |
Indonesia dianggap masih kuat menghadapi ketidakpastian global di tengah jebakan utang 30 negara terjebak hingga di atas 100 persen. Gejolak ekonomi telah mengakibatkan beberapa negara berkembang mulai meningkatkan utangnya terlebih akibat pandemi covid-19, kenaikan harga pangan, dan energi.
Hal tersebut juga diperparah dengan kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) yang beberapa waktu lalu sempat naik lagi ke 75 basis poin, sehingga potensi untuk membayar negara berkembang jadi terkendala.
"Tak hanya itu saja, pandemi covid-19 turut menjadikan adanya disrupsi di rantai pasok global terutama dalam pangan dan energi, dan kemudian diperparah dengan meletusnya perang antara Rusia dan Ukraina yang sampai saat ini masih berlangsung hingga saat ini," urainya.
Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif, meski mata uang Garuda tersebut diprediksi ditutup masih melemah. "Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp14.900 per USD sampai Rp14.950 per USD," pungkas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News