Mengutip data Bloomberg, Senin, 10 Juli 2023, rupiah dibuka di level Rp15.150 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun tujuh poin atau setara 0,05 persen dari Rp15.143 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemudian pada pukul 10.48 WIB, rupiah kembali terjerembab ke posisi Rp15.211 per USD. Melemah sebanyak 69 poin atau setara 0,46 persen.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada pukul 10.48 WIB berada di level Rp15.206 per USD, turun 76 poin atau setara 0,50 persen dari Rp15.130 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengungkapkan pergerakan rupiah pada perdagangan hari ini kemungkinan besar akan kembali berada di zona merah.
"Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.130 per USD hingga Rp15.210 per USD," jelas Ibrahim dalam analisis hariannya.
Baca juga: Duh! Dalam Seminggu, Indonesia Kehilangan Rp1,85 Triliun Dana Asing |
Dihantam masa sulit ekonomi global
Ibrahim memandang pelemahan rupiah utamanya disebabkan oleh ekonomi global yang saat ini tengah mengalami masa sulit. Bahkan, berada pada pijakan yang berbahaya.
"Hal tersebut bisa terlihat dari pelambatan yang tajam dan tersinkronisasi. Banyak pengamat yang menganggap perekonomian negara-negara di dunia 70 persen mengalami pertumbuhan yang lebih lemah tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya," tuturnya.
Tak hanya itu, penurunan ekonomi yang terjadi sifatnya drastis atau menurun tajam. Ia memperkirakan pertumbuhan global akan menurun dari tiga persen tahun lalu menjadi sekitar dua persen. Dalam kasus ekonomi maju, mengalami perlambatan bahkan lebih dalam.
Beberapa alasan yang menyebabkan perlambatan ekonomi, salah satunya kebijakan moneter yang ketat yang sudah terjadi selama 18 bulan terakhir. Selain itu, tantangan perbankan, kondisi kredit yang memburuk, juga perdagangan global yang melambat sangat tajam turut mempengaruhi penurunan ekonomi global.
Menurut Ibrahim, semakin banyak negara yang merasakan dampak pengetatan kondisi keuangan. Inflasi, meski telah turun, masih tinggi. Sehingga mempengaruhi permintaan.
Selain itu, tantangan perbankan, kondisi kredit yang memburuk, juga perdagangan global yang melambat sangat tajam turut mempengaruhi penurunan ekonomi global.
"Kemudian dampak operasi khusus Rusia ke Ukraina, semakin memperparah kondisi ekonomi global sehingga ada masalah kepercayaan secara keseluruhan dan prospek yang tidak pasti yang mengurangi investasi di suatu negara, membuat perlambatan ekonomi semakin nyata," jelas Ibrahim.
Di sisi lain, dolar AS bertahan dalam kisaran ketat karena investor menunggu laporan pekerjaan utama AS dan menimbang prospek suku bunga Federal Reserve yang lebih tinggi untuk prospek pertumbuhan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News