Gubernur BI Perry Warjiyo. Foto: dok Bank Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo. Foto: dok Bank Indonesia.

Harga BBM Naik, Gubernur BI: Subsidi Bukan Dicabut, Tapi Dialihkan Biar Tepat Sasaran!

M Ilham Ramadhan • 04 September 2022 09:30
Solo: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara soal penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diumumkan oleh pemerintah. Dia menyatakan, penaikan itu bukan berarti pemerintah mengurangi atau bahkan mencabut subsidi, tapi mengalihkannya agar lebih tepat sasaran.
 
"Kata kuncinya adalah ini pengalihan subsidi untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Karena itu ada penyesuaian harga," ujarnya dalam peluncuran Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Solo Raya, dikutip Minggu, 4 September 2022.
 
Perry menyampaikan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedianya telah menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi beberapa waktu lalu menjadi Rp502 triliun. Namun akibat gejolak geopolitik dan ekonomi dunia, nilai itu tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun.

Otoritas fiskal, yakni pemerintah memiliki sejumlah opsi untuk mengatasi persoalan itu. Pertama, menambahkan anggaran subsidi BBM menjadi sekitar Rp700 triliun, atau mengalihkannya ke dalam bentuk bantuan sosial untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan.
 
Alih-alih kembali menambah anggaran subsidi yang sedianya dinikmati oleh masyarakat mampu, pemerintah memilih untuk mengalihkan dana subsidi menjadi bantuan sosial. "Karena itu sebagian tambahan subsidi itu untuk diberikan dalam bentuk BLT. Jadi ini adalah pengalihan sebagian tambahan subsidi. Konsekuensinya adalah memang ada penyesuaian harga pertalite dan solar," jelas Perry.
 
Dia menambahkan, dampak yang akan paling terasa dari penaikan BBM ialah pada lapisan kedua dan ketiga. Lapisan kedua itu seperti kenaikan tarif angkutan darat maupun logistik. Namun, kata Perry, pemerintah juga telah mengantisipasi hal itu.
 
Pasalnya, beberapa waktu lalu Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tak Terduga dalam rangka Pengendalian Inflasi di Daerah. Surat tersebut diterbitkan pada 19 Agustus 2022.
 
SE itu bertujuan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga pangan, daya beli masyarakat, dan mendukung kelancaran distribusi serta stabilitas perekonomian di daerah.
 
"Itu SE jelas dan itu digunakan untuk memberikan bantuan angkutan supaya penyesuaian harga ini tidak merambat ke angkutan," terang Perry.
 
Lalu dampak pada lapisan ketiga, lanjutnya, ialah pada kenaikan harga-harga barang atau jasa lainnya. Hal ini kerap terjadi meski produk atau jasa tersebut sama sekali tak berhubungan dengan BBM. Karenanya, ini mesti diantisipasi agar tidak ada kenaikan harga yang memberatkan masyarakat.
 
Baca juga: Ditopang Indikator Ekonomi, Penaikan Harga BBM Dinilai Jadi Momentum Tepat

 
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P menyampaikan, keputusan pemerintah menaikan harga BBM pantas untuk dilakukan. Sebab, mayoritas masyarakat yang memanfaatkan bantuan itu justru bukan golongan yang membutuhkan.
 
Padahal, uang negara keluar cukup besar untuk mensubsidi BBM. Dari pertalite misalnya, dengan harga Rp7.650 per liter, maka pemerintah menanggung selisih sekitar Rp6.800 per liter, karena harga keekonomian BBM jenis pertalite ialah sekitar Rp14 ribu per liter.
 
Begitu pun dengan BBM jenis pertamax. Pemerintah masing menanggung selisih harga sekitar Rp4.800 dari BBM nonsubsidi itu bila per liternya hanya dijual Rp12.500. Sebab, harga keekonomian dari BBM dengan RON 92 itu sebesar Rp17.300 per liter.
 
"Jadi begitu beratnya subsidi ditanggung APBN. Kalau akan ada pengurangan subsidi, itu berarti BBM tetap disubsidi, hanya dikurangi," kata Dolfie.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan