Jakarta: Anggota Dewan Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, terdapat selisih yang cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu hal yang mesti diatasi dengan baik.
"Angka literasi dan inklusi keuangan itu terpaut sangat jauh. Literasi masyarakat Indonesia tentang keuangan, angkanya sekitar 38 persen, sedangkan inklusinya 76 persen. Jadi ada selisih dari 76 persen ke 38 persen," ujarnya saat memberikan kuliah umum di Universitas Sam Ratulangi, Jumat, 26 Agustus 2022.
Literasi keuangan, kata Frederica, merupakan tingkat pemahaman masyarakat mengenai produk-produk maupun jasa keuangan. Sedangkan inklusi keuangan merupakan tingkat akses masyarakat terhadap produk maupun jasa keuangan.
Perbedaan yang cukup jauh antara literasi dan inklusi keuangan itu, menandakan masyarakat mulai banyak yang terjangkau oleh jasa maupun produk keuangan namun tidak memahami apa yang diakses.
"Itu menjelaskan kenapa banyak sekali perbedaan, perselisihan, pengaduan konsumen yang masuk ke OJK karena ketidaktahuan atas produk yang mereka gunakan. Lalu mereka masuk ke dalam skema penipuan berkedok investasi," terang Frederica.
Karenanya, imbuh dia, OJK memiliki peran untuk mengedukasi masyarakat mengenai jasa dan produk keuangan. Ini merupakan salah satu bagian dari perlindungan konsumen.
Secara paralel, otoritas juga mengawasi lembaga jasa keuangan bank maupun non bank agar melakukan penawaran produk kepada calon konsumen. Penerapan kaidah yang baik dinilai penting agar calon konsumen tidak merasa tertipu.
"Angka literasi dan inklusi keuangan itu terpaut sangat jauh. Literasi masyarakat Indonesia tentang keuangan, angkanya sekitar 38 persen, sedangkan inklusinya 76 persen. Jadi ada selisih dari 76 persen ke 38 persen," ujarnya saat memberikan kuliah umum di Universitas Sam Ratulangi, Jumat, 26 Agustus 2022.
Literasi keuangan, kata Frederica, merupakan tingkat pemahaman masyarakat mengenai produk-produk maupun jasa keuangan. Sedangkan inklusi keuangan merupakan tingkat akses masyarakat terhadap produk maupun jasa keuangan.
Perbedaan yang cukup jauh antara literasi dan inklusi keuangan itu, menandakan masyarakat mulai banyak yang terjangkau oleh jasa maupun produk keuangan namun tidak memahami apa yang diakses.
"Itu menjelaskan kenapa banyak sekali perbedaan, perselisihan, pengaduan konsumen yang masuk ke OJK karena ketidaktahuan atas produk yang mereka gunakan. Lalu mereka masuk ke dalam skema penipuan berkedok investasi," terang Frederica.
Baca juga: Lagi, Satgas Temukan 71 Pinjol Ilegal |
Karenanya, imbuh dia, OJK memiliki peran untuk mengedukasi masyarakat mengenai jasa dan produk keuangan. Ini merupakan salah satu bagian dari perlindungan konsumen.
Secara paralel, otoritas juga mengawasi lembaga jasa keuangan bank maupun non bank agar melakukan penawaran produk kepada calon konsumen. Penerapan kaidah yang baik dinilai penting agar calon konsumen tidak merasa tertipu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News