Mengutip data Bloomberg, Selasa, 3 Oktober 2023, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.580 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun sebanyak 50 poin atau setara 0,32 persen dari posisi Rp15.530 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada penutupan pasar sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 50 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 85 poin di level Rp15.580 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.460 per USD," ungkap analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis harian.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona merah pada posisi Rp15.590 per USD. Rupiah melemah 65 poin atau setara 0,41 persen dari Rp15.525 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.600 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun sebanyak 81 poin dari perdagangan di hari sebelumnya di level Rp15.519 per USD.
Prospek pesimis perekonomian ASEAN
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah hari ini sejalan dengan berakhirnya periode pemulihan pascapandemi di Tiongkok, kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat (AS), lemahnya sektor semikonduktor, dan permintaan domestik menggambarkan prospek pesimis bagi perekonomian ASEAN, termasuk Indonesia.
"Namun, di tengah perlambatan ekonomi global, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal terakhir Indonesia masih cukup menjanjikan," tutur dia.
Sedangkan perlambatan pada pertumbuhan akan semakin terlihat pada kuartal ketiga 2023 meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik. Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun ini, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya.
Setelah itu, sebut dia, perlambatan ringan ke angka pertumbuhan 4,7 persen dapat terjadi di tahun depan jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut.
Pertumbuhan yang lebih lambat di kuartal III-2023 diperkirakan terjadi karena beberapa alasan. Didasari pada pemulihan ekonomi Tiongkok pasca pandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat.
Baca juga: Rupiah Melemah Imbas Ekspektasi Suku Bunga AS |
Pertumbuhan sektor ekspor
Ibrahim menilai, hambatan utama terhadap pertumbuhan adalah sektor ekspor yang merosot turun pada tahun lalu dan masih dalam tren penurunan yang serius. Sebagian besar perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran permintaan global dari barang ke jasa.
"Sementara komposisi permintaan eksternal diperkirakan akan mulai normal pada paruh kedua tahun ini, permintaan secara keseluruhan cenderung cukup baik," jelas dia.
Indonesia saat ini memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang.
Dampaknya tidak hanya akan terasa pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga, yang dapat berdampak pada konsumsi swasta.
"Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil," kata Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News