"Yang penting juga, sentimen investor negatif, kalau sudah negatif, seperti sekarang investor sekarang sudah melepas semua, karena tidak menarik dengan suku bunga yang ada sekarang," ungkap Pengamat Pasar Uang Lukman Leong, dilansir Mediaindonesia.com, Rabu, 26 Oktober 2022.
Menurut dia, tekanan pada mata uang dan inflasi yang kian tinggi, musti diwaspadai pemerintah. Salah satu cara yang bisa dilakukan, kata Lukman, adalah memastikan ketersediaan bahan pangan dan mengendalikan harga dengan operasi pasar.
Pemerintah terus menjaga inflasi dengan koordinasi dan sinergi antara TPID-TPIP. Kemudian operasi pasar juga digalakkan.
"Sehingga diimbau bagi seluruh daerah untuk meningkatkan pelaksanaan operasi pasar maupun program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) berkoordinasi dengan Bulog setempat," kata Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Baca juga: Rupiah Pagi Menguat ke Rp15.600/USD |
BI kurang agresif
Selain itu, Bank Indonesia (BI) dinilai kurang agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan menaikkan suku bunga dua kali sebesar 50 basis poin, justru terlambat dari sentimen pasar."BI berusaha agresif dan menurut mereka sudah agresif, dua kali kenaikan 50 bps, itu memang agresif, namun telat. Ibarat saat pasar berharap 50 bps, agresif itu dikatakan oleh BI sebagai preventif harusnya 75 bps. Jauh jika dibandingkan The Fed yang sangat agresif," ujar Lukman.
Saat ini suku bunga acuan BI berada di angka 4,75 persen. Alasannya, menurut Lukman, BI kurang yakin dengan angka inflasi.
"BI kurang begitu yakin inflasi ke depan bisa mencapai berapa. Itu masih tanda tanya, diperkirakan Oktober saja sudah di atas enam, paling tidak delapan persen tercapai sampai akhir tahun," sebut Lukman.
Angka inflasi delapan persen, kata dia, harus diwaspadai karena efek inflasi spiral. Harga yang sudah naik, akan naik lagi saat harga-harga lain naik. Suku bunga yang tidak menarik, membuat investor keluar dari Indonesia, baik dari obligasi maupun saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News