Ilustrasi. FOTO: RBS
Ilustrasi. FOTO: RBS

Perang Rusia-Ukraina hingga Perlambatan Tiongkok Bakal Bebani Ekonomi Global di 2023

Angga Bratadharma • 21 Desember 2022 12:32
Jakarta: Business Development Advisor Indonesia Stock Exchange Poltak Hotradero menyebutkan efek riak dari invasi Rusia ke Ukraina, pengetatan moneter Amerika Serikat (AS), dan perlambatan ekonomi di Tiongkok akan membebani ekonomi tahun depan. Hal itu dengan potensi pertumbuhan global melambat menjadi hanya 2,7 persen.
 
Kondisi itu, tambahnya, menunjukkan tren perlambatan dari 2021 yang sebesar enam persen dan di 2022 sebesar 3,2 persen. Hal ini dapat menghasilkan beberapa risiko yang membentuk volatilitas ekonomi global. Potensi risiko kemungkinan besar terjadi dan memiliki dampak yang sangat tinggi, berupa cuaca, di mana musim dingin memperburuk krisis energi Eropa.
 
"Musim dingin 2022-2023 di Eropa akan berlangsung berat dan akan sangat tergantung pada ketersediaan gas dan batu bara. Pada keadaan ini inflasi di Eropa masih akan bertahan tinggi didorong harga energi serta akan menekan konsumsi serta ekonomi," ujar Poltak, Selasa 20 Desember 2022.

Poltak menambahkan cuaca ekstrem dapat juga menambah lonjakan harga komoditas dan memicu kerawanan pangan global. Kekeringan parah dan gelombang panas di Eropa, Tiongkok, India, dan AS pada 2022 berkontribusi terhadap kenaikan harga beberapa bahan makanan.
Baca: Pemerintah Dorong Eksekusi Komitmen dan Kerja Sama dari Presidensi G-20

Selain itu, lanjutnya, invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina berdampak pada terhambatnya pasokan gas alam dan selanjutnya penurunan produksi pupuk dunia. Tanpa pemulihan pasokan gas alam dan pupuk, siklus tanam berbagai komoditas di 2023 dapat terdampak terutama pada negara-negara miskin di Afrika dan Timur Tengah.
 
Ia menambahkan secara umum negara-negara di dunia mengalami lonjakan inflasi. Lonjakan inflasi dipicu oleh meningkatnya aktivitas ekonomi dan meningkatnya volume uang hasil stimulus ekonomi pandemi berbagai negara. Untuk menekan lonjakan inflasi, berbagai bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga, untuk menyerap likuiditas pasar uang yang berlebih.
 
"Dan mengendalikan ekspektasi inflasi. Kenaikan suku bunga biasanya akan memicu perlambatan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan berlangsung hingga tingkat inflasi berada di bawah target bank sentral," tutupnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan