Dampak dari perang di Ukraina yang masih berlanjut, ditambah dengan inflasi yang masih cukup tinggi, tingginya suku bunga pinjaman, disrupsi rantai pasok global, menjadi peringatan nyata krisis ekonomi global masih belum berakhir.
"Alhasil, target-target pembangunan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) di 2030 pun semakin sulit dicapai," ungkap Sekretaris Jenderal United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) Rebeca Grynspan dalam keterangan tertulis, Senin, 24 Juli 2023.
Rebeca juga memaparkan, sebanyak 30 negara menjadi lebih rentan daripada sebelumnya, dan hanya 10 negara yang keluar dari kategori rentan Sementara dalam parameter Human Development Index (HDI), serta 111 negara telah mengalami penurunan nilai dibandingkan tahun lalu.
Harga komoditas pangan dan pupuk telah turun, namun banyak negara berkembang yang tidak merasakan dampaknya, akibat inflasi dan depresiasi nilai tukar mata uang. Terhentinya Black Sea Initiatives juga membuat harga komoditi gandum dan jagung naik signifikan.
Rebeca juga mengingatkan harga pupuk masih 48 persen di atas harga rata-rata pasar sebelum perang di Ukraina. Alhasil, angka kemiskinan dan angka kelaparan pun meningkat dibandingkan tahun lalu berdasarkan laporan FAO.
"Harga energi dunia mengalami penurunan, namun masih tinggi dan memberikan dampak luas di mana masih sangat besar penduduk dunia yang terancam tidak dapat membayar biaya listrik. Masih tingginya harga energi juga memberikan dampak proses rantai pasok dunia, seperti di transportasi dan logistik," tuturnya.
Dalam bidang keuangan, lanjutnya, terdapat 3,3 miliar orang kini tinggal di negara-negara di mana pembayaran bunga utang melebihi belanja mereka untuk kesehatan dan pendidikan. "Karena itu, pentingnya restrukturisasi utang, terutama bagi 52 negara yang tengah mengalami kondisi keuangan yang sulit," tegas Rebeca.
Baca juga: Investor Waspada Krisis Perbankan di Eropa dan AS |
Peran Global Crisis Response Group (GCRG)
Mengatasi persoalan tersebut, PBB membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) on Food, Energy and Finance pada 14 Maret 2022. Tujuannya untuk memperjuangkan dan memfasilitasi konsensus global dalam merespons dampak krisis pada bidang pangan, energi, dan keuangan, terutama di negara-negara yang rentan terhadap krisis.
Selama satu tahun terakhir, GCRG berhasil menyusun solusi konkret untuk mengatasi keamanan pangan global melalui Black Sea Initiative (BSI) dan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Federasi Rusia tentang fasilitasi ekspor pangan dan pupuk ke pasar dunia.
GCRG juga telah mengeluarkan tiga Brief atau laporan rekomendasi perihal krisis dan solusi dalam bidang Finansial, Energi dan Pangan, yang disusun bersama oleh berbagai agensi PBB.
Rebeca yang juga koordinator GCRG Task Team memaparkan, keberadaan GCRG masih diperlukan dalam merespons tantangan global saat ini. Terutama di bidang pangan, energi, dan keuangan.
"Sekarang kita melihat kondisi global berubah dari fast developing crisis menuju slow moving developing crisis," jelas Rebeca.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id