Ilustrasi. Foto: AFP
Ilustrasi. Foto: AFP

Harga Minyak Naik Terdorong Konflik Timur Tengah yang Memanas

Annisa ayu artanti • 04 Oktober 2024 10:53
Jakarta: Harga minyak naik tipis di awal jam perdagangan Asia pada Jumat, namun mempertahankan kenaikan mingguan yang kuat.
 
Saat ini para investor mempertimbangkan konflik Timur Tengah dan potensi gangguan pada aliran minyak mentah terhadap pasar global yang dipasok secara berlimpah.
 
Melansir Channel News Asia, Jumat, 4 Oktober 2024, harga minyak mentah berjangka Brent naik 9 sen, atau 0,12 persen, menjadi USD77,71 per barel pada pukul 00.10 GMT.
 
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 8 sen, atau 0,11 persen, menjadi USD73,79 per barel.
 
Kedua patokan tersebut berada di jalur untuk kenaikan mingguan sekitar 8 persen.
 
Presiden Joe Biden mengatakan pada hari Kamis bahwa AS sedang mendiskusikan serangan terhadap fasilitas minyak Iran sebagai pembalasan atas serangan rudal Teheran terhadap Israel.
 
Komentar tersebut berkontribusi pada kenaikan harga minyak sebesar lima persen.
 
Pasar telah mulai memperhitungkan kemungkinan gangguan pasokan di Timur Tengah, yang menyumbang sekitar sepertiga dari pasokan global, kata analis ANZ Daniel Hynes.
 
“Langkah ini diperburuk oleh para investor bearish yang melepas taruhan mereka pada harga yang lebih rendah. Langkah ini dapat diperpanjang jika para investor mulai membangun posisi bullish dalam minyak,” kata Hynes.
 
Baca juga: Israel Ancam Balas Dendam Serangan Iran, Harga Minyak Dunia Naik Lagi
 
Namun, kekhawatiran pasokan telah diredam oleh kapasitas produksi cadangan OPEC dan fakta bahwa pasokan minyak mentah global belum terganggu oleh kerusuhan di Timur Tengah.
 
Pemerintah Libya yang berbasis di timur dan National Oil Corp yang berbasis di Tripoli mengumumkan pada Kamis pembukaan kembali semua ladang minyak dan terminal ekspor setelah perselisihan mengenai kepemimpinan bank sentral diselesaikan, mengakhiri krisis yang telah mengurangi produksi minyak secara drastis.
 
Iran dan Libya adalah anggota OPEC. Iran, yang beroperasi di bawah sanksi AS, memproduksi sekitar 4,0 juta barel per hari bahan bakar pada 2023, sementara Libya memproduksi sekitar 1,3 juta bph tahun lalu, menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA).
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan