Adapun ekonomi terbesar kedua di dunia itu melambat tahun ini, dibebani pembatasan ketat covid-19, krisis properti yang kian dalam, dan melemahnya permintaan. Menentang gelombang kenaikan suku bunga bank sentral global, Tiongkok menerapkan kebijakan moneter akomodatif untuk memacu pertumbuhan, yang menimbulkan kekhawatiran pelarian modal.
"Ke depan, potensi pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan tetap dalam kisaran yang wajar, dan Tiongkok berada dalam posisi untuk mempertahankan kebijakan moneter normal dan suku bunga positif," kata Yi Gang, dilansir dari Channel News Asia, Selasa, 8 November 2022.
"Tiongkok akan memainkan peran kebijakan moneternya untuk meningkatkan dukungan yang ditargetkan bagi sektor-sektor utama dan lemah. Tiongkok akan meningkatkan sistem valuta asing mengambang berorientasi pasar dan secara efektif mengelola dan memandu ekspektasi pasar," tambah Yi.
Baca: Stok Beras Berlebih, Mentan Pertanyakan Impor |
Sedangkan yuan Tiongkok melemah dalam beberapa bulan terakhir yang didorong oleh dolar yang lebih kuat. Hal itu juga ditopang oleh pengetatan Federal Reserve yang cepat, melebarnya perbedaan suku bunga antara dua ekonomi terbesar dunia, dan perlambatan ekonomi.
Menanggapi perlambatan ekonomi, Ketua Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi Tiongkok Guo Shuqing berjanji untuk mengendalikan risiko di sektor keuangan dan ekonomi. Menurutnya Tiongkok akan membiarkan perusahaan keuangan yang gagal menarik diri dari pasar dengan biaya minimum, untuk melindungi kepentingan rakyat.
"Perkembangan Tiongkok telah memasuki periode di mana peluang strategis dan risiko serta tantangan hidup berdampingan, dan faktor-faktor yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi meningkat. Semua jenis peristiwa 'angsa hitam' dan 'badak abu-abu' dapat terjadi kapan saja," pungkas Guo.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News