Melansir Yahoo Finance, Rabu, 26 Juni 2024, Brent berjangka untuk Agustus ditutup turun USD1 atau 1,2 persen pada USD85,01 per barel. Sementara minyak mentah berjangka AS ditutup pada USD80,83, turun 80 sen atau satu persen.
Pekan lalu, kedua benchmark tersebut naik sekitar tiga persen, menandai kenaikan dua minggu berturut-turut, dan membawanya ke level tertinggi sejak April.
Adapun, kepercayaan konsumen AS menurun pada Juni. Meskipun rumah tangga tetap optimis terhadap pasar tenaga kerja dan memperkirakan inflasi akan moderat, kekhawatiran terhadap perekonomian dapat mengurangi permintaan bensin.
Tingkat persediaan yang tinggi telah membuat para pedagang minyak khawatir dengan peningkatan permintaan di musim panas.
Stok minyak mentah AS naik 914 ribu barel dalam pekan yang berakhir 21 Juni, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute yang juga menunjukkan persediaan bensin naik 3,843 juta barel dan sulingan turun 1,178 juta barel. Data resmi pemerintah akan dirilis pada Rabu.
Baca juga: Konflik Geopolitik Masih Jadi Isu Hangat, Harga Minyak Dunia Terkerek Naik |
Prospek penurunan suku bunga Fed
Investor juga mencoba untuk mempertimbangkan waktu penurunan suku bunga Federal Reserve. Gubernur Fed Lisa Cook mengatakan penurunan suku bunga mungkin terjadi jika perekonomian berjalan sesuai harapan, namun menolak mengatakan kapan bank sentral AS akan mengambil tindakan.
Keputusan The Fed mengenai suku bunga masih beragam, dan sebagian besar pasar minyak mentah memperkirakan penurunan sebesar seperempat persen pada September, kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Minyak mendapat dukungan dari gangguan pasokan terkait dengan serangan Ukraina terhadap infrastruktur minyak Rusia. Pada 21 Juni, drone Ukraina menyerang empat kilang, termasuk kilang Ilsky, salah satu produsen bahan bakar utama di Rusia selatan.
Kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran juga mendukung harga minyak, kata para analis. Lebih dari delapan bulan setelah perang, mediasi internasional yang didukung oleh AS gagal menghasilkan kesepakatan gencatan senjata.
"Tekanan geopolitik terus mengguncang pasar minyak dari berbagai sisi. Ketegangan diperkirakan akan terus berlanjut di tengah kegagalan upaya menengahi gencatan senjata," kata Claudio Galimberti, direktur konsultan Rystad Energy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News