Tahun ini dikatakan akan menjadi tahun yang lebih sulit daripada 2023 karena tiga negara maju yakni Amerika Serikat, Inggris, dan Tiongkok mengalami perlambatan ekonomi.
Melansir BBC, Kamis, 23 Februari 2023 dikatakan pemicu terjadinya resesi adalah perang di Ukraina, kenaikan harga, suku bunga yang lebih tinggi, dan penyebaran covid-19 di Tiongkok membebani ekonomi global.
"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi," kata Georgieva dalam program berita CBS Face the Nation.
"Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," tambahnya.
Katrina Ell, seorang ekonom di Moody's Analytics di Sydney juga menyampaikan Eropa tidak akan lolos dari resesi dan Amerika Serikat tertatih-tatih.
Baca juga: Jepang Beruntung, Ekonominya Selamat dari Resesi! |
Tiga negara tak lepas dari resesi tahun ini:
1. Tiongkok
Georgieva memperingatkan Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia, akan menghadapi awal yang sulit hingga 2023."Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi Tiongkok, dan dampaknya terhadap pertumbuhan Tiongkok akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif," katanya.
Melansir data tradingeconomics.com menyatakan, ekonomi Tiongkok tumbuh 2,9 persen year on year di kuartal IV-2022, turun dari pertumbuhan di kuartal III-2022 yang sebesar 3,9 persen, namun naik dari perkiraan pasar yang sebesar 1,8 persen.
Output industri Tiongkok meningkat paling sedikit dalam tujuh bulan di Desember. Selain itu penjualan ritel tetap lemah. Di sisi lain tingkat pengangguran yang disurvei turun dari level tertinggi enam bulan di November.
Selama setahun penuh 2022, ekonomi tumbuh sebesar 3,0 persen, meleset dari target resmi sekitar 5,5 persen dan menandai laju paling lambat kedua sejak 1976 di tengah dampak kebijakan nol-covid Beijing.
2. Amerika Serikat
Perlambatan ekonomi juga terjadi di Amerika Serikat. Pada kuartal IV-2022 tercatat Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat sebesar 1,0 persen, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang tercatat 1,9 persen.Inflasi yang tinggi di AS, membuat Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunganya. Dengan menaikkan suku bunga tersebut memicu resesi.
Suku bunga yang tinggi membuat perusahaan untuk memilih tidak melakukan investasi dalam mengembangkan bisnis miereka. Dari kondisi itu akan merembet kepada stagnasi upah, PHK massal di lebih banyak sektor pekerjaan.
Masalah lain adalah kenaikan suku bunga secara tidak proporsional merugikan ekonomi negara berkembang dan berkembang.
3. Inggris
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Inggris juga melemah. Masih mengacu data yang sama, ekonomi Inggris tumbuh 0,4 persen year on year pada kuartal IV-2022, kinerja terlemah sejak kuartal pertama 2021, tetapi sesuai dengan perkiraan awal.Sektor produksi merosot 4,2 persen, menandai penurunan kelima berturut-turut dan konstruksi turun dari sebelumnya 6,3 persen menjadi 5,1 persen, dan output jasa melambat yaitu dari 3,2 persen menjadi 1,2 persen.
Mempertimbangkan sepanjang 2022, PDB tumbuh 4 persen, masih dibawah rekor pertumbuhan 7,6 persen pada tahun 2021 tetapi ekonomi Inggris masih 0,8 persen lebih kecil dari sebelum pandemi covid.
Bank of England pun masih memperkirakan Inggris akan memasuki resesi tahun ini.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News