Ilustrasi ojek online Grab dan Gojek. Foto: MI/Barry Fathahillah
Ilustrasi ojek online Grab dan Gojek. Foto: MI/Barry Fathahillah

Merger Grab dan GoTo Bakal Jadi Raja Transportasi? 91 Persen Pasar Bisa Dikuasai!

Annisa ayu artanti • 10 Mei 2025 15:07
Jakarta: Rumor merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, Grab dan GoTo, kembali jadi sorotan. 
 
Walau kabar ini sudah berhembus sejak bertahun-tahun lalu, sampai saat ini belum ada kesepakatan resmi. Tapi jika terjadi, dampaknya bisa luar biasa besar, bukan cuma untuk pengguna, tapi juga industri transportasi dan ekonomi digital kawasan.

85 persen pangsa pasar jadi satu tangan

Menurut Euromonitor International, jika Grab dan GoTo benar-benar bergabung, mereka akan mendominasi 85 persen pasar ride-hailing Asia Tenggara yang nilainya mencapai USD8 miliar.
 
Yang paling mencolok adalah di Indonesia dan Singapura. Di dua negara ini, gabungan Grab-GoTo akan menguasai pasar secara hampir mutlak.

“Entitas gabungan ini akan menguasai pangsa pasar lebih dari 91 persen di Indonesia, dan hampir 90 persen di Singapura,” kata, Manajer Wawasan Pembayaran dan Pinjaman Euromonitor International di Asia, David Zhang, dilansir dari Channel News Asia, Sabtu, 10 Mei 2025.
 
Baca juga: Grab Siap Capai Kesepakatan Akuisisi GoTo Kuartal II-2025

Regulator siaga satu, risiko monopoli di depan mata

Dengan dominasi yang begitu besar, wajar jika otoritas di berbagai negara langsung siaga. Pasar tidak bisa dikuasai satu entitas begitu saja tanpa pengawasan. Terlebih, isu persaingan usaha makin sensitif di tengah kondisi ekonomi global yang tak menentu.
 
“Pasar, terutama di Indonesia dan Singapura, akan memberlakukan pengawasan yang ketat,” ujar David.
 
David juga memperkirakan, kesepakatan ini kemungkinan besar akan dihalangi oleh regulator, terutama karena dampaknya bisa terlalu besar bagi struktur persaingan yang sehat.

Indonesia bisa lebih luwes?

Namun, analis dari BRI Danareksa Sekuritas melihat bahwa pendekatan Indonesia mungkin akan sedikit berbeda. Regulasi bisa jadi lebih fleksibel jika merger ini dinilai memberi manfaat jangka panjang bagi ekonomi digital nasional.
 
“Pihak berwenang Indonesia mungkin akan mengadopsi pendekatan yang lebih pragmatis ketika menilai potensi merger, dengan menimbang manfaat memperkuat pemain yang sudah ada dan mendorong nilai ekonomi jangka panjang,” kata Analis pialang saham Indonesia BRI Danareksa Sekuritas, Niko Margaronis.

Belajar dari gagalnya merger Uber dan Foodpanda

Jika berkaca dari kasus serupa, regulator kawasan memang tak segan-segan membatalkan merger besar. Maret lalu, Uber membatalkan rencana akuisisi Foodpanda di Taiwan senilai US$950 juta, setelah pemerintah Taiwan menolaknya karena khawatir akan mematikan persaingan dan mendorong kenaikan harga.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan