Melansir Channel News Asia, Kamis, 30 Juni 2022, S&P meramalkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat pada paruh kedua tahun ini di tengah inflasi yang tinggi. "Optimisme awal 2022 telah membuat ekonomi global khawatir, sehingga melemah tajam," ungkap hasil analisis S&P.
Beberapa faktor seperti perang Rusia-Ukraina, harga komoditas yang lebih tinggi, kebijakan lockdown Tiongkok, serta kenaikan suku bunga turut berkontribusi pada penurunan ini.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam laporannya, S&P juga meningkatkan perkiraan inflasi terhadap 15 pasar negara berkembang, menjadi 7,1 persen pada 2022 dan 4,1 persen pada 2023, dari 5,9 persen dan 3,5 persen pada Maret.
Baca juga: Pacu Pertumbuhan Ekonomi, Tiongkok Hindari Stimulus Berlebihan |
Inflasi juga diperkirakan akan menembus sebagian besar target bank sentral paling tidak hingga 2024. Ini disebut tetap akan terjadi meski Tiongkok mempercepat pengetatan kebijakan moneter.
Sementara itu, Fitch mengatakan Republik Ceko, Hungaria dan Slovakia menjadi negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang paling rentan untuk kehilangan pasokan gas Rusia.
"Penghentian total dan tiba-tiba pasokan gas ke Uni Eropa (UE) dari Rusia bukanlah atas dasar analisis Fitch. Namun, itu adalah risiko," ujar Fitch. (Valerie Augustine Budianto)