Selain itu meningkatnya kekhawatiran pengetatan bank sentral yang agresif dapat menyebabkan resesi dan merugikan permintaan energi juga menjadi penyebabnya.
Melansir Antara, Sabtu, 24 September 2022 minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November merosot USD4,75 atau 5,7 persen, menjadi USD78,74 per barel di New York Mercantile Exchange. Untuk minggu ini, harga acuan minyak mentah AS anjlok 7,1 persen.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November kehilangan USD4,31 atau 4,8 persen, menjadi USD86,15 per barel di London ICE Futures Exchange. Untuk minggu ini harga acuan minyak global ini anjlok 5,7 persen.
Baca juga: Sering Dengar? Ini 10 Istilah Ekonomi yang Bikin Kepala Pening |
Kemerosotan tajam tersebut merupakan penurunan mingguan keempat berturut-turut, pertama kali ini terjadi sejak Desember. Harga minyak secara teknis berada di wilayah oversold, dengan WTI di jalur untuk penyelesaian terendah sejak 10 Januari dan Brent untuk terendah sejak 14 Januari. Bensin dan solar AS juga turun lebih dari lima persen.
Seperti diketahui, Federal Reserve AS menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada Rabu, 21 September 2022. Bank-bank sentral di seluruh dunia mengikuti dengan kenaikan mereka sendiri, meningkatkan risiko perlambatan ekonomi.
"Minyak jatuh karena kekhawatiran pertumbuhan global mencapai mode panik mengingat komitmen bank-bank sentral untuk memerangi inflasi. Tampaknya bank-bank sentral siap untuk tetap agresif dengan kenaikan suku bunga dan itu akan melemahkan aktivitas ekonomi dan prospek permintaan minyak mentah jangka pendek," kata analis pasar senior di perusahaan data dan analitik Oanda Edward Moya dikutip Reuters.
Dolar AS berada di jalur untuk penutupan tertinggi terhadap sekeranjang mata uang lainnya sejak Mei 2002. Dolar yang kuat mengurangi permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
"Kami memiliki dolar yang meledak lebih tinggi dan menekan komoditas berdenominasi dolar seperti minyak dan meningkatnya kekhawatiran atas resesi global yang akan datang karena bank-bank sentral menaikkan suku bunga," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News