Bank Dunia. Foto: AFP.
Bank Dunia. Foto: AFP.

Bank Dunia Bahas Metode Baru Atasi Krisis Utang, Bisa Bantu Negara Miskin Nggak?

Arif Wicaksono • 26 April 2023 15:11
Washington: Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill menyerukan pendekatan baru untuk mengatasi krisis utang yang dihadapi banyak negara, termasuk langkah-langkah untuk memasukkan pinjaman dalam negeri ke dalam penilaian keberlanjutan utang suatu negara.
 
baca juga: Bank Dunia Naikkan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2% di 2023, Ini Alasannya!

Gill mengatakan Kerangka Kerja Bersama yang dibuat oleh Kelompok G20 untuk membantu negara-negara termiskin hanya menghasilkan kemajuan glasial karena tidak memperhitungkan 61 persen utang luar negeri negara-negara berkembang yang dipegang oleh kreditur swasta, bagian yang jauh lebih besar daripada beberapa dekade yang lalu.
 
Hanya empat negara yakni Zambia, Chad, Ethiopia, dan Ghana telah mengajukan bantuan di bawah mekanisme G20 yang ditetapkan pada akhir 2020 pada puncak pandemi covid-19.
 
Walaupun Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan lebih banyak, 60 persen negara berpenghasilan rendah, berada dalam atau berisiko tinggi mengalami kesulitan utang. Hanya Chad yang telah mencapai kesepakatan keringanan utang dengan kreditur dan itu tidak termasuk pengurangan utang yang sebenarnya.

"Tingkat utang sudah mulai merusak prospek, membawa mereka ke spiral yang salah," katanya menjelang seminar Bank Dunia tentang utang dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 26 April 2023.
 
Sekitar dua pertiga utang luar negeri Ghana, misalnya, dimiliki secara pribadi, tetapi kerangka kerjanya difokuskan pada kreditur resmi Klub Paris dan pemberi pinjaman baru seperti Tiongkok, yang kini menjadi kreditur berdaulat terbesar di dunia.
 
"Itu juga tidak memiliki aturan umum untuk menangani utang negara, tambahnya.

Pembahasan melibatkan negara pengutang

Dia mengatakan pembahasan utang negara yang baru dibentuk untuk mengatasi tantangan dalam proses keringanan utang melibatkan negara-negara pengutang dan pemain sektor swasta, tetapi hanya mencapai hasil yang sederhana.
 
Satu masalah utama yang masih tersisa adalah bagaimana IMF dan Bank Dunia menilai kesinambungan utang negara-negara sementara mengecualikan pinjaman dalam negeri, yang menutupi tingkat pinjaman yang terlalu tinggi. Itu terjadi sebagian karena negara-negara berkembang telah membangun sektor keuangan domestik tanpa kerangka fiskal berkelanjutan yang sesuai.
 
“Tiba-tiba Anda yang hanya melihat asumsi bahwa orang-orang ini hanya bisa meminjam ke luar negeri, sudah tidak sesuai lagi,” ujar dia.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan