Kilang Minyak. Foto : AFP.
Kilang Minyak. Foto : AFP.

Harga Minyak Mentah Terdampak Inflasi Tinggi

Antara • 21 Oktober 2022 07:33
New York: Harga minyak mentah bervariasi pada akhir sesi perdagangan pada Kamis (Jumat pagi WIB). Kekhawatiran tentang inflasi yang mengurangi permintaan minyak bersaing dengan berita Tiongkok sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan tindakan karantina covid-19 bagi pengunjung.
 
baca juga:  Harga Minyak Tergelincir, Turun dari Level Tertingginya dalam 5 Minggu

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember kehilangan tiga sen atau 0,03 persen menjadi USD92,38 per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terangkat 43 sen atau 0,5 persen menjadi USD85,98 per barel di New York Mercantile Exchange.
 
Pada Rabu, 19 Oktober 2022, minyak mentah WTI dan Brent masing-masing naik 3,3 persen dan 2,6 persen, setelah data menunjukkan penurunan dalam persediaan minyak mentah AS.
 
"Untuk melawan inflasi, Federal Reserve AS berusaha memperlambat ekonomi dan akan terus menaikkan target suku bunga jangka pendeknya," kata Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker dikutip dari Antara, Jumat, 21 Oktober 2022.  

Indeks dolar AS memangkas kerugian setelah komentar tersebut, membebani harga minyak. Dolar yang lebih kuat mengurangi permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
 
"Harker mengatakan bahwa perang terhadap inflasi baru saja dimulai," kata  Analis Price Futures Group di Chicago Phil Flynn.
 
Tiongkok importir minyak mentah terbesar di dunia, telah menerapkan pembatasan ketat covid-19 tahun ini, yang sangat membebani aktivitas bisnis dan ekonomi, sehingga menurunkan permintaan bahan bakar.
 
Larangan Uni Eropa yang membayangi terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia, serta pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, juga telah mendukung harga. OPEC+ menyepakati pengurangan produksi dua juta barel per hari pada awal Oktober.
 
Secara terpisah, Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencana untuk menjual sisa pelepasannya dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) negara itu pada akhir tahun, atau 15 juta barel minyak, dan mulai mengisi kembali persediaan saat ia mencoba untuk meredam tingginya harga bensin menjelang pemilihan paruh waktu pada 8 November.
 
Tetapi pengumuman tersebut gagal menurunkan harga minyak, karena data resmi AS menunjukkan SPR pekan lalu turun ke level terendah sejak pertengahan 1984, sementara stok minyak komersial turun secara tak terduga.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan