"Meskipun ekonomi melemah, transisi energi tidak akan terdampak. Malah sebaliknya, kita tahu kita harus mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil dari Rusia," katanya, seusai International Economic Modelling Forum di Jakarta, dilansir dari Antara, Kamis, 24 November 2022.
Dengan demikian, menurutnya, Uni Eropa perlu mempercepat peningkatan sumbangan produksi dan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terhadap total produksi dan penggunaan energi mereka.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kita melihat bentuknya sekarang melalui penggunaan energi berbasis solar, angin, dan panas bumi, serta air. Jadi itu dampak strategi geopolitik kita, tapi itu memberikan keuntungan bagi aksi iklim," katanya.
Baca: Menteri ESDM Sebut Revisi UU Migas untuk Genjot Investasi |
Sebagaimana Indonesia, Uni Eropa juga menghadapi tantangan dalam melakukan transisi energi, yakni persaingan yang tidak seimbang antara produksi energi berbasis fosil dengan energi baru dan terbarukan (EBT).
"Kita memiliki masalah transisi yang sama karena kita masih bergantung sangat kuat pada batu bara dan pertambangan, serta tenaga listrik berbahan batu bara," ucapnya.
Tantangan tersebut diyakini dapat ditangani dengan mendorong lebih banyak investasi masuk ke sektor EBT untuk mengembangkan teknologi produsennya. Transisi energi di Uni Eropa dan Indonesia juga diharapkan tetap dapat berlanjut tanpa menahan laju pertumbuhan ekonomi kedua wilayah.
"Saya kira sekarang kita harus melakukan hal yang sama agar perekonomian tetap tumbuh dan pada saat yang sama menurunkan kadar emisi karbon dioksida," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id