"Diperkirakan dibutuhkan antara USD1 triliun hingga USD4 triliun per tahun bagi negara berkembang untuk mengurangi emisi karbon. Untuk Indonesia, saya rasa Sri Mulyani sudah memperkirakan akan membutuhkan sekitar USD300 miliar," kata Mari, dalam Talkshow Summit Y20 Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu, 20 Jli 2022.
Ia menyebutkan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dan 41 persen dengan bantuan internasional di 2030 perlu didasari oleh kerangka kebijakan pembangunan rendah karbon. Kerangka regulasi dapat berbeda di setiap negara bergantung sektor yang diprioritaskan untuk dikurangi emisi karbonnya.
Baca: Harapan IMF pada Kepemimpinan RI di G20 |
Dibutuhkan juga pelibatan seluruh sektor perekonomian, baik dari pemerintah, bank-bank pembangunan multilateral, maupun sektor swasta, terutama dalam mendanai proyek-proyek pengurangan emisi.
"Misalnya untuk mengembangkan infrastruktur yang diperlukan, tentunya sektor swasta tadi dapat terlibat di situ. Atau untuk transisi energi yang berkeadilan, dibutuhkan kompensasi bagi sektor-sektor yang terdampak secara negatif, dan ini harus datang dari pemerintah,” terangnya.
Bank-bank pembangunan multilateral juga bisa turut memberikan pendanaan untuk memancing lebih banyak pembiayaan dari sektor swasta. “Tapi sekali lagi hal ini harus didasari regulasi atau kerangka kebijakan yang jelas, termasuk salah satunya pajak karbon dan harga karbon, harus ada dasarnya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News