Pada perdagangan Kamis, 23 Oktober 2025, logam mulia itu diperdagangkan di kisaran USD4.092 per troy ounce, melemah sekitar 1,5 persen dibanding sesi sebelumnya. Penurunan ini melanjutkan koreksi besar pada Selasa, yang menjadi kejatuhan harian terbesar emas dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Harga Emas Bakal Ditentukan Kebijakan The Fed dan Shutdown Pemerintah AS |
Pelemahan beruntun tersebut mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS), yang diprediksi menjadi penentu arah pasar keuangan global pekan ini.
Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, tekanan terhadap harga emas lebih banyak disebabkan oleh penyesuaian posisi investor menjelang laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS.
“Dari sisi teknikal, pola candlestick dan indikator Moving Average masih menunjukkan kecenderungan bearish pada XAU/USD. Jika tekanan jual berlanjut, harga emas bisa melemah ke area USD4.007, sementara potensi rebound terdekat ada di kisaran USD4.156,” jelas Andy.
Ketegangan Geopolitik Masih Jadi Bayang-Bayang
Selain faktor inflasi, pasar emas juga dibayangi ketegangan geopolitik global. Gedung Putih dikabarkan tengah mempertimbangkan pembatasan ekspor teknologi baru ke China sebagai kebijakan yang berpotensi memicu gesekan baru antara Washington dan Beijing.“Langkah itu memang menambah ketidakpastian bagi perdagangan global, terutama di sektor teknologi. Namun, bagi emas, dampaknya masih terbatas karena fokus utama investor tetap tertuju pada inflasi dan arah suku bunga The Fed,” kata Andy menambahkan.
Indeks Dolar AS (DXY) terpantau turun tipis 0,13% ke level 98,84, namun pelemahan mata uang AS itu belum mampu mengangkat harga emas. Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun menjadi 3,951%, sementara yield riil turun ke 1,671%.
Kondisi tersebut menunjukkan sebagian pelaku pasar mulai berspekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada akhir 2025. Pasar memperkirakan peluang hampir 98% untuk pemangkasan 50 basis poin dalam dua pertemuan terakhir tahun ini, dengan potensi tambahan hingga 100 basis poin pada 2026.
Emas Masih Jadi Aset Favorit di Tengah Ketidakpastian
Meski tengah terkoreksi, performa emas sepanjang tahun masih cemerlang. Secara year-to-date (YtD), harga emas tercatat naik lebih dari 54%, memperkuat posisinya sebagai salah satu instrumen lindung nilai paling diminati di tengah ketidakpastian ekonomi global dan prospek perlambatan ekonomi AS.Ke depan, fokus utama pelaku pasar akan tertuju pada data IHK AS bulan September dan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Global S&P untuk Oktober yang dijadwalkan rilis Jumat ini.
“Jika data inflasi menunjukkan tanda-tanda melambat, emas berpeluang menguat kembali dan menembus area psikologis USD4.100. Namun, bila inflasi justru lebih tinggi dari ekspektasi, tekanan jual bisa menyeret harga menembus support USD4.000,” ujar Andy.
Ia menambahkan, dalam jangka pendek emas masih bergerak dalam fase bearish konsolidatif dengan volatilitas tinggi menjelang data ekonomi penting dari AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id