Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjelaskan, dasar penetapan pembangunan 35.000 mw tersebut ditujukan ketika target pertumbuhan ekonomi pada 2019 sekitar tujuh hingga delapan persen. Namun, yang terjadi saat ini pertumbuhan ekonomi masih jauh dari target 2019.
Baca: Kementerian ESDM Serahkan Pembangkit Mangkrak ke PLN
Pada 2015, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen. Kemudian tahun ini sebesar lima persen. Kemudian di 2017 diproyeksikan 5,1 persen. Melihat hal tersebut, proyek 19.000 mw dinilai sudah mencukupi kebutuhan pada 2019.
"Sekarang kita lihat gini. Dasar dari 35 gigawatt itu pertumbuhan ekonomi di 2019 antara 7-8 persen. Hari ini berapa tadi? 2015 itu 4,8 persen. 2016 sebesar 5 persen, 2017 sebesar 5,1 persen," kata Sofyan di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
Sofyan mengatakan, jika dipaksakan lebih dari 19.000 mw, justru nantinya negara harus membayar take or pay. Sehingga seharusnya pertumbuhan listrik tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonominya.
"Kamu (Dirut PLN), sudah tahu pertumbuhan ekonomi kayak begitu apa mau bertahan sampai nanti saatnya negara jadi rugi karena kena take or pay? Apa kamu harus berfikir perlahan-lahan membangunnya supaya sama dengan pertumbuhan ekonomi? Betul tidak? Minimal 19.000 mw. Kita akan kejar," jelas Sofyan.
Lagi pula, lanjut Sofyan, dengan ditambahnya program FTP I zaman pemerintahan Soesilo Bambang Yuhoyono (SBY) yang terus dilakukan hingga saat ini, pada 2019 kapasitas listrik Indonesia sudah bertambah menjadi 26.000 mw.
Menurutnya, pemerintah hanya meminta batas minimal sebesar 19.000 mw, atau lebih. Mantan Direktur Utama BRI pun menjawab tantangan tersebut.
"Jadi kami diminta oleh Pak Jonan minimal 19.000 mw untuk 2019. Tapi kan kami bisa siap sampai 26.000 mw," pungkas Sofyan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News