"Smelter kami hanya mampu mengolah nikel kadar tinggi, demikian juga smelter dalam negeri lainnya, yang kadar rendah tidak terpakai. Jika bisa dijual tentu membawa keekonomian buat menunjang pembangunan smelter yang lain," tutur Tedy Badrujaman kemarin, di kantornya. (7/9/16).
Tedy mengatakan, dalam proses penggalian bijih nikel yang dilakukan, perusahaannya memiliki stratigrafi nikel kadar tinggi, medium, dan rendah. Selama ini, bijih nikel kadar tinggi diolah di smelter miliknya dan dijual secara domestik di smelter dalam negeri.
"Selama ini, kami jual domestik kadar tingginya dengan kadar 1,8 persen sampai lebih dari 2 persen, kok,” jelas Tedy. “Yang tidak bisa diolah di dalam negeri itu kadar rendah yakni kurang dari 1,8 persen. Ini yang akan kita ekspor jika nantinya diizinkan. Kalau tidak dijual, nikel kadar rendah ini hanya akan jadi waste,” tambahnya.
Nikel kadar rendah yang ditambang Antam merupakan by product yang belum ekonomis untuk mensuplai pabrik Antam dan pabrik dalam negeri lainnya. Jika dapat diekspor, Tedy berharap, ada potensi pemasukan bagi negara dan pendanaan bagi proyek pertumbuhan daripada hanya menjadi waste.
“Bijih mineral punya karakter yang tidak semuanya bisa diolah di dalam negeri. Hal ini disebabkan adanya keragaman teknologi pengolahan masing-masing bijih tersebut. Belum lagi menghitung tingkat keekonomian yang ditentukan oleh besaran investasi dan biaya produksi,” tuturnya.
Relaksasi ekspor yang mengemuka akhir-akhir ini membawa pro dan kontra. Dikhawatirkan jika keran ekspor dibuka kembali, maka harga nikel bakal drop. Menanggapi itu, Tedy menyampaikan, perlu ada pembatasan tertentu terkait izin pengiriman dan pemrosesan bijih mineral. Antam mengusulkan sebaiknya yang dibolehkan adalah perusahaan tambang yang telah melakukan investasi dan mengoperasikan pabrik smelter dengan kapasitas tertentu.
Cadangan nikel Antam berjumlah 988 juta wmt terdiri atas 580 juta wmt bijih nikel kadar tinggi dan 408 juta wmt nikel kadar rendah.
“Kami berkomitmen untuk mensuplai kebutuhan bijih nikel kadar tinggi untuk kebutuhan smelter dalam negeri. Sedangkan, produk tambang yang belum dapat diolah di dalam negeri tersebut dapat diekspor dengan tujuan untuk membangun smelter-smelter berikutnya,” ujar Tedy.
“Harapannya, Indonesia akan memiliki seluruh industri yang sama-sama hidup dari hulu hingga hilir, bahkan cita-cita sampai melahirkan industri stainless steel,” kata Tedy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News