Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jarman mengatakan, permintaan yang dikabulkan itu setelah pemerintah melihat postur keuangan PLN termasuk melihat langkah PLN yang telah melakukan revaluasi aset. Dua poin ini menjadi keyakinan pemerintah untuk PLN bisa mendanai pembangunan dimaksud.
"Dasarnya adalah kemampuan keuangan PLN. Dengan adanya revaluasi aset yang baru saja dilakukan, maka kemampuan pendanaan PLN meningkat," kata Jarman, saat dihubungi Metrotvnews.com, di Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Sebelumnya pemerintah meminta revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025 untuk mengubah porsi PLN dalam pembangunan proyek 35.000 MW di mana semula 10.000 MW menjadi hanya 5.000 MW dan mengutamakan pembangunan jaringan transmisi.
Baca: Juni, RUPTL PLN 2016-2025 Baru akan Disahkan
Namun demikian, PLN keukeh untuk tetap meminta porsi pembangunan pembangkit tersebut sebesar 10.000 MW dengan alasan sudah beberapa tender proyek yang dikerjakan. Hal semacam itu menjadi keyakinan bagi PLN untuk membantu pemerintah mencapai ketahanan energi melalui proyek 35.000 MW.
.jpg)
Dua petugas memperbaiki travo saluran listrik
Pada aspek ini, Jarman mengungkapkan, pemerintah sudah melakukan pembahasan atas kajian revisi RUPTL 2016-2025. Salah satu hasilnya adalah pemerintah menambah porsi PLN dari 5.000 MW menjadi 10.000 MW. "Sehingga penambahan porsi PLN dalam 35 GW, dapat ditangani dengan kemampuan keuangan yang meningkat," jelas dia.
Sekadar informasi, porsi PLN dalam Program 35.000 MW yang tertuang di draf RUPTL PT PLN (Persero) 2016-2025 sebesar 10.233 MW dapat diterima dengan disertai kajian kemampuan keuangan PLN, tentu tetap memprioritaskan beberapa aspek.
Pertama, tetap melaksanakan program listrik pedesaan. Kedua, melakukan pembangunan dan penguatan jaringan transmisi dan distribusi listrik. Ketiga, pembangunan dan penguatan gardu induk. Keempat, pembangunan pembangkit peaker. Kelima, pembangunan pembangkit di daerah remote.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News