Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menuturkan, ketahanan perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC) merupakan koridor terpenting dalam RUU Migas. Dengan demikian kedaulatan energi bisa tercapai.
"Arah RUU Migas, pertama koridornya adalah bagaimana kita bisa di RUU Migas nantinya memperkuat oil company," kata Arcandra, dalam FGD Rakernas Kadin, di Hotel Fairmont, Jalan Asia Afrika, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Dalam pemaparannya, mantan menteri ESDM ini mengatakan, kontribusi PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan minyak nasional Indonesia masih kecil terhadap negara bila dibandingkan dengan perusahaan minyak nasional negara lain, seperti Saudi Aramco dan Petronas.
Baca: Pertamina Dinilai Mampu Mengungguli Petronas
Kedua perusahaan tersebut disebutkannya, memberikan kontribusi yang besar yakni di atas 50 persen dari kegiatan produksinya. Sedangkan Pertamina hanya 24 persen. Hal itu menandakan Pertamina sebagai perusahaan minyak belum sepenuhnya kuat dibandingkan dengan perusahaan lain.
"Kita lihat berapa kontribusi Pertamina terhadap minyaknya terhadap produksi sekitar 24 persen. Kalau bicara kedaulatan energi, adalah sebuah keharusan untuk memperkuat perusahaan minyak nasional," tutur dia.
Baca: Menjaga Kedaulatan Energi di Tengah Kejatuhan Harga Minyak
Arcandra mengakui memang ada beberapa usulan poin RUU Migas yang berkembang yaitu penggabungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan PT Pertamina (Persero). Namun, Arcandra tidak mau berkomentar banyak terkait rencana itu. Ia hanya mengatakan usulan tersebut masih dalam pembahasan.
"Apakah SKK Migas dan Pertamina akan digabung, itu sedang dalam pembahasan. Yang intinya adalah kedaulatan energi bisa kita capai. Turunan dari kedaulatan energi adalah perusahaan minyak nasional harus kita perkuat," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News