Sayangnya, harga gas yang mahal dan belum terealisasinya beragam insentif yang dijanjikan pemerintah pusat serta tarik ulur kebijakan pemerintah daerah telah menghambat proyek cluster industri pengolahan sawit dan karet seluas 1.933,8 hektare (ha) tersebut.
Proyek yang digagas sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu telah menyelesaikan pembangunan tahap pertama infrastruktur dan fasilitas seluas 104 ha.
Menurut Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan PT Perkebunan Nasional (PTPN) III Rinaldi, untuk pembangunan tahap pertama proyek tersebut pihaknya telah mengucurkan dana Rp750 miliar. Pembangunan infrastruktur tahap kedua sedang berlangsung dengan pendanaan yang dibantu Kementerian Perindustrian.
Baca: KEK Sei Mangkei Jadi Kawasan Ekonomi Hijau
"Infrastruktur kawasan tahap II yang dibantu pendanaannya dari Kementerian Perindustrian meliputi jalan poros, dry port, tangki timbun, telah selesai dibangun pada Maret 2016, sedangkan untuk rel kereta api selesai akhir 2016," ungkapnya di Medan, beberapa waktu lalu.
Salah satu industri perdana yang telah berinvestasi di KEK Sei Mangkei ialah PT Unilever Oleochemical Indonesia (UOI). UOI bekerja sama dengan PTPN III dan The Sustainable Trade Initiative (IDH) untuk membantu para petani sawit meningkatkan hasil panen dan pendapatan mereka.
Namun, lanjutnya, kebutuhan energi menjadi isu dalam untuk menarik investor menanamkan modal di KEK Sei Mangkei. "Harga gas yang masih mahal itu menjadi hambatan. Unilever belum mau mengembangkan pabrik karena harga gas masih di kisaran USD12,76 per million British thermal unit (mmbtu). Mereka berharap harga gas bisa di bawah USD10 per mmbtu," kata Rinaldi.
Ia menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan energi, saat ini beroperasi gardu induk PLN sebesar 60 Mw yang terkoneksi sejak Februari 2016. Sementara itu, pemenuhan listrik jangka panjang dari pembangkit listrik tenaga gas uap 250 Mw yang baru beroperasi pertengahan 2018.
Baca: Jokowi: Kawasan Industri Sei Mangkei Terbesar di Indonesia Barat
Dia menuturkan pipa gas tersebut sudah terkoneksi dari proyek regasifikasi gas alam cair milik PT Pertagas. Sambil menunggu penurunan harga gas industri yang tengah diupayakan pemerintah di kisaran USD6 per mmbtu, PTPN III akan membangun pabrik minyak goreng bersama PTPN IV, juga industri ban milik sendiri di kawasan itu.
"Ini masih menunggu perusahaan yang mengajukan diri ke PTPN."
Menurutnya, bila seluruh KEK Sei Mangkei dipenuhi beragam industri terkait, dampak positif pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja akan dirasakan sedikitnya oleh 85 ribu tenaga kerja dan tiga daerah di Sumut, yakni Asahan, Batubara dan Simalungun.
Konsensus
Dalam kesempatan terpisah, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan perlu ada konsensus dengan Kementerian Perindustrian terkait dengan penurunan harga gas industri. "Nanti saya akan menghadap ke Menperin untuk diskusi, setelah itu baru kita ambil keputusan," katanya di Istana Pesiden, Jakarta, kemarin.
Wamen ESDM Arcandra Tahar juga menyebutkan penurunan harga gas untuk industri sedang dibahas. "Kita ingin evaluasi secara menyeluruh baik dari sisi industrinya, siapa yang bisa menerimanya, berapa impaknya kalau harga gas diturunkan dan dampak ke tiap industri."
Ia menyebutkan untuk insentif di hulu, pemerintah akan melihat dari sisi cost recovery-nya, karena kalau hulu yang sudah beroperasi, berarti belanja modalnya sudah dikeluarkan.
"Biaya operasinya yang mungkin bisa dikurangi," katanya.
Untuk proyek-proyek ke depan akan dilihat mulai dari belanja modalnya atau investasi awal, kemudian pemilihan teknologi.
"Kalau teknologinya tidak tepat bisa saja cost naik, dampaknya harga gas di hulu akan naik. Tapi kalau teknologinya pas, harga gas di hulu juga akan turun," ucap Arcandra. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News