Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah. (FOTO: MI/Adam Dwi)
Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah. (FOTO: MI/Adam Dwi)

Skema Gross Split Belum Memuaskan Kontraktor

19 Januari 2017 17:41
medcom.id, Jakarta: Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengapresiasi langkah pemerintah yang serius menerapkan skema baru kontrak bagi hasil migas dengan gross split meski belum bisa memuaskan kontraktor secara keseluruhan.
 
Skema baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang dirilis Rabu, 18 Januari.
 
"Kami apresiasi saat ini ada gross split," katanya dalam seminar yang membahas skema bagi hasil gross split di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (19/1/2017).

Baca: PSC Gross Split Bisa Tingkatkan Investasi
 
Sammy menjelaskan, skema gross split memang merupakan usulan para kontraktor agar mereka bisa tetap mencapai keekonomian terutama untuk operasional di wilayah kerja nonkonvensional.
 
Namun, ia menilai pemerintah seharusnya bisa memberikan tawaran yang lebih baik kepada kontraktor. Walau pun CEO Ephindo itu mengaku perlu waktu untuk menjawab apakah skema baru tersebut memiliki dampak yang signifikan atau tidak.
 
"Bisa dilihat nanti ketika penawaran baru di Mei apakah menggembirakan atau tidak. Tapi investor melihat kesediaan Menteri, Wakil Menteri ESDM untuk mendengarkan aspirasi kami, walau kami belum puas. Kalau tidak menarik, kami yakin menteri akan membuka diri," jelas dia.
 
Baca: Penjelasan Arcandra soal PSC Gross Split
 
Menurut dia, masih ada hal yang perlu dibahas kembali dalam skema baru itu, terutama mengenai skala keekonomian.
 
"Bagi beberapa usaha eksplorasi dan blok baru, gross split yang ditawarkan tidak menarik," tegasnya.
 
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan investor migas besar banyak yang mengaku tertarik dengan penerapan skema bagi hasil produksi migas (production sharing contract/PSC) gross split.
 
Minat para investor tersebut mematahkan anggapan sejumlah pihak yang meragukan konsep tersebut bisa diterapkan di lapangan-lapangan migas baru.
 
"Bagi mereka yang melihat ini secara jernih, mereka akan tertarik. Kemarin kami tanda tangan dengan perusahaan yang besar juga. Yang eksisting bahkan bertanya, 'Kami boleh ganti ke gross split tidak?'. Itu artinya mereka tertarik dengan skema baru ini," paparnya.
 
Baca: Menteri Jonan Klaim PSC Gross Split Lebih Efisien
 
Kendati demikian, Arcandra tidak menyebutkan secara detail nama investor yang dimaksud. Sebelumnya, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split disebutkan bahwa skema baru itu akan berlaku bagi kontrak baru.
 
Skema tersebut akan menghitung pembagian hasil berdasarkan hasil produksi bruto (gross) migas. Namun untuk kontrak perpanjangan, maka kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bisa memilih menggunakan PSC sebelumnya (cost recovery) atau gross split.
 
Ada pun bagi hasil untuk minyak yang didapat pemerintah adalah 57 persen dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebesar 43 persen. Sedangkan bagi hasil gas untuk pemerintah 52 persen dan KKKS 48 persen.
 
Besaran bagi hasil tersebut memang jauh lebih kecil dari sebelumnya yakni migas 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk KKS serta 70 persen untuk pemerintah dan 30 persen untuk KKKS dalam pengolahan gas dengan skema cost recovery.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan