Bitcoin. Foto: Unsplash.
Bitcoin. Foto: Unsplash.

Bitcoin Jatuh di Bawah USD108.000, Waspadai Sinyal Rebound

Arif Wicaksono • 17 Oktober 2025 18:40
Jakarta: Pasar kripto kembali bergejolak. Harga Bitcoin (BTC) tergelincir ke bawah level psikologis USD108.000 pada Jumat siang, 17 Oktober 2025, menandai penurunan lebih dari 2% dalam 24 jam terakhir. Koreksi ini memperpanjang tren pelemahan aset digital, bahkan ketika emas dan perak justru mencetak rekor harga tertinggi baru.
 
Baca juga: Jerome Powell Beri Isyarat Pemangkasan Suku Bunga, Angin Segar untuk Bitcoin?

Menurut Analis Reku, Fahmi Almuttaqin,  tekanan jual ini tak lepas dari dua faktor besar: yakni pengetatan likuiditas di sistem keuangan Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik yang kembali memanas antara Washington dan Beijing.
 
“Bitcoin sempat menyentuh level USD107.900 siang ini. Sementara Ethereum (ETH), XRP, dan Solana (SOL) ikut tertekan, dengan Solana memimpin penurunan lebih dari 4% dalam sehari,” ujar Fahmi.
 
 “Sebaliknya, harga emas dan perak naik lebih dari 3 persen, menandakan lonjakan minat investor terhadap aset lindung nilai.” tegas dia.

Likuiditas Menyusut di Tengah Pemangkasan Suku Bunga

Meskipun Federal Reserve memangkas suku bunga pada September lalu, data menunjukkan kondisi pasar uang justru semakin ketat.

Dia mengatakans elisih antara Secured Overnight Financing Rate (SOFR) dan Effective Federal Funds Rate (EFFR) melebar menjadi 0,19 poin  menjadi level tertinggi sejak Desember 2024, menurut data TradingView.
 
Kenaikan spread ini mengindikasikan meningkatnya biaya pendanaan antarbank, bahkan untuk pinjaman yang dijamin oleh obligasi pemerintah AS. Tanda-tanda pengetatan juga muncul dari melonjaknya penggunaan Standing Repo Facility (SRF) atau fasilitas likuiditas darurat milik The Fed.
 
Pada Rabu, 15 Oktober 2025, total dana yang ditarik bank-bank komersial dari SRF mencapai USD6,75 miliar, tertinggi sejak masa pandemi. Biasanya, lonjakan permintaan SRF menjadi cerminan meningkatnya tekanan di pasar pendanaan jangka pendek.
 
“Fed memangkas suku bunga, tetapi belum memperluas neraca keuangannya,” jelas Fahmi.
 
Data Federal Reserve Economic Data (FRED) menunjukkan total aset bank sentral AS (WALCL) per 16 Oktober 2025 masih berada di USD6,59 triliun, jauh di bawah puncak pandemi yang sempat mencapai USD9 triliun.
 
Sementara itu, saldo Treasury General Account (TGA) di The Fed tetap tinggi di sekitar USD800 miliar. Artinya, pemerintah AS masih menarik dana dari pasar melalui penerbitan obligasi, alih-alih menambah pasokan uang beredar.
 
“Kombinasi antara neraca Fed yang stagnan, TGA yang tinggi, dan pelebaran spread SOFR-EFFR menciptakan iklim keuangan yang ketat. Kondisi ini membuat investor cenderung keluar dari aset berisiko seperti kripto dan saham teknologi, dan beralih ke aset aman seperti emas,” tambah Fahmi.

Korelasi Bitcoin dan Likuiditas Global

Secara historis, harga Bitcoin memiliki hubungan erat dengan likuiditas global. Ketika suku bunga turun tanpa disertai ekspansi neraca The Fed, arus dolar ke pasar aset berisiko belum mengalir deras. Akibatnya, meski sentimen jangka panjang terhadap Bitcoin tetap positif, pergerakan harga cenderung tertahan.
 
Namun, peluang rebound belum tertutup.  “Jika tekanan pendanaan makin berat, The Fed bisa
saja melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut,” kata Fahmi.
 
 “Dalam skenario seperti itu, Bitcoin berpotensi menguat kembali ke kisaran $120.000–130.000 hingga akhir tahun ini, selama inflasi dan stabilitas sistem keuangan mendukung.”
 
Selain itu, optimisme investor kripto tetap tinggi. Narasi baru seperti Digital Asset Treasuries (DATs) mendorong tren akumulasi di aset besar seperti BTC dan ETH. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan