Permendag 31 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) mengatur berbagai model bisnis penyelenggara PMSE seperti loka pasar (marketplace), social commerce, ritel daring, dan lainnya.
“Kita tidak bisa mengekang inovasi, dia harus sosial media, dia harus loka pasar dan sebagainya. Kita melihat ke depan akan semakin banyak aplikasi sosial media yang mengalami perubahan seperti ini,” kata dia kepada wartawan, Rabu, 27 Maret 2024.
Huda juga menjelaskan bahwa sebaiknya peraturan yang ada memiliki ruang bergerak karena pasti kedepannya akan ada ruang “abu-abu” yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Apalagi saat ini ada banyak e-commerce yang memiliki fitur serupa media sosial.
“Jangan lupa bahwa di beberapa e-commerce juga banyak yang memiliki fitur sosial media untuk berbagi video dan untuk live streaming di dalam platform-nya. Ini yang disebut ruang abu-abu,” ujar Huda.
Ia menilai, pasti pada satu titik pasti akan ada aplikasi yang mulai menggabungkan berbagai fitur atau bersifat hybrid. Menurut Huda, Tokopedia dan TikTok seharusnya tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Kemendag.
“Tokopedia sudah memiliki lisensi untuk loka pasar di mana itu disyaratkan di Permendag 31 tahun 2023. Kemudian TikTok juga sudah memiliki lisensi untuk sosial media. Sehingga tidak ada yang sebenarnya dipermasalahkan ketika mereka sudah memiliki lisensi untuk keduanya,” jelas dia.
Baca juga: Sumbang Banyak Penerimaan, Ekonomi Digital Bakal Jadi Sumber Utama Pembangunan RI |
Sementara, Executive Director dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menjelaskan, banyak platform e-commerce yang juga memiliki fitur serupa dengan sosial media. Untuk itu, Heru menekankan dalam mengevaluasi kepatuhan platform atas Permendag 31 sangat penting.
“Harus ada equal level playing field dengan pemain-pemain e-commerce yang ada. Dengan hadirnya Permendag 31, harusnya aturan mainnya lebih jelas. Kalau kita lihat memang Tokopedia dan TikTok mencoba mengikuti aturan yang ada. Kita harus kawal terus hal ini,” kata dia.
Di sisi lain, terkait kekhawatiran terhadap UMKM lokal karena predatory pricing atau produk-produk yang dijual di bawah harga pasar, menurutnya, ada mekanisme pengawasan. Ia pun memastikan bahwa produk yang dijual merupakan produk yang berkualitas dan juga harganya bersaing.
“Sebelumnya dengan kehadiran TikTok Shop banyak UMKM yang juga ikut berkembang. Harapannya dengan integrasi dan perkembangan ini lebih banyak UMKM yang masuk ke ranah digital dan berkontribusi dalam ekonomi tanah air,” ujar Heru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News