Hal itu terlihat dari bagaimana ekosistem fintech Indonesia kini bergerak lebih komprehensif dengan menggabungkan edukasi, perlindungan konsumen, dan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat fondasi ditengah tingginya potensi ekonomi digital nasional.
| Baca juga: Masyarakat Makin Selektif, Keamanan dan Performa Aplikasi Jadi Penentu Pilihan Bank Digital |
Gross Merchandise Value (GMV) ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 110 miliar pada 2025. Pada tahun sebelumnya, jumlah pembeli online mencapai 65,7 juta orang dengan total belanja USD 50,2 miliar. Besarnya pasar ini ditopang dominasi generasi muda, yaitu Gen Z (27,94%) dan Milenial (25,87%). Namun di balik potensi tersebut ekosistem digital juga membawa risiko baru.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Pandu Sjahrir menegaskan BFN Fest 2025 bukan sekadar ajang pamer teknologi, melainkan ruang dialog untuk memastikan inovasi fintech memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan sektor riil.
“Fintech bukan hanya soal inovasi, tetapi manfaatnya bagi publik. BFN Fest menjadi ruang kolaborasi terbesar untuk memperluas edukasi dan memastikan layanan fintech berkembang secara aman dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Pandu menyampaikan apresiasi kepada regulator, pelaku industri, dan mitra internasional yang terus mendorong layanan keuangan lebih murah, aman, transparan, sekaligus memperluas akses dan literasi digital. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor berperan penting dalam membangun tingkat kepercayaan publik yang lebih kuat terhadap layanan digital.
Corporate Secretary Bank Mandiri Adhika Vista menyebut BFN Fest sebagai momentum strategis untuk memperkuat sinergi antara perbankan, fintech, regulator, dan industri digital. Melalui teknologi yang terus ditingkatkan, Bank Mandiri ingin memastikan masyarakat mendapatkan layanan digital yang aman, inklusif, dan terjangkau, termasuk mendorong digitalisasi UMKM, perluasan pembiayaan produktif, dan inovasi pembayaran.
“Kami melihat BFN Fest sebagai ajang memperkuat ekosistem yang terintegrasi untuk pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan inklusi keuangan,” kata Adhika.
Deputi Komisioner OJK Rizal Ramadhani menyoroti urgensi perlindungan konsumen di era transformasi digital. Hingga November 2025, Anti-Scam Center menerima lebih dari 370 ribu laporan dengan potensi kerugian Rp8,2 triliun. Data ini menegaskan bahwa keamanan digital adalah kunci mempertahankan kepercayaan masyarakat. Rizal menegaskan inovasi harus berjalan beriringan dengan perlindungan yang kuat.
Penyelesaian OJK
Menurut Rizal, sepanjang 2025 OJK menerima 48.355 pengaduan dari masyarakat, dan 94,4% di antaranya telah diselesaikan. Angka ini mencerminkan dua tren sekaligus: meningkatnya risiko digital serta tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melapor ketika dirugikan.Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025 mencatat indeks literasi keuangan berada di angka 66,46%, sementara inklusi keuangan mencapai 80,51%. Meski meningkat, Rizal menilai perlindungan konsumen masih membutuhkan perhatian serius.
Satgas PASTI, kata dia, telah menutup 2.263 pinjol ilegal dan menghentikan 354 investasi ilegal hingga November 2025, mayoritas berbasis skema Ponzi, remote trading, dan piramida. Tantangan terbesar adalah maraknya entitas ilegal dengan server di luar negeri. “Setiap kali satu diblokir, ribuan entitas baru muncul,” kata Rizal.
OJK, kata dia, akan terus memperkuat kolaborasi dengan kementerian, lembaga, asosiasi industri, dan platform fintech untuk meningkatkan keamanan serta edukasi bagi masyarakat.
“Inovasi harus berjalan beriringan dengan mitigasi risiko. Dengan kepercayaan yang kuat, transformasi digital akan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Indonesia,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News