Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Pengesahan PP 28/2024 Buru-buru, Jutaan Pekerja di Ekosistem Pertembakauan Terancam

Eko Nordiansyah • 04 September 2024 12:52
Jakarta: Upaya kejar target penyusunan Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) atas PP No.28 Tahun 2024 dinilai akan memperlebar jurang ekonomi dan menambah tingkat pengangguran nasional. Langkah yang terburu-buru ini jelas akan menambah beban bagi ekosistem pertembakauan.
 
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman mengatakan, sebanyak 101.536 pekerja di seluruh Indonesia terkena PHK sejak Januari hingga Juni 2024 menurut data Kementerian Ketenagakerjaan. Sementara di ekosistem pertembakauan ada enam juta tenaga kerja yang terancam di-PHK.
 
“Situasi ini menjadi sebuah ironi, mengingat ada enam juta tenaga kerja ekosistem pertembakauan yang akan terkena dampak dari keputusan Kemenkes yang buru-buru dalam implementasi PP Kesehatan yang sangat polemik ini,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 4 September 2024.

Budhyman memaparkan ada 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, dan 600 ribu tenaga kerja sigaret kretek tangan (SKT) yang berada di sisi hulu ekosistem pertembakauan terkena imbas dari PP No.28 Tahun 2024 yang eksesif dan menekan sisi hilir IHT. Padahal PP ini seharusnya mengatur masalah kesehatan.
 
“PP Kesehatan yang sejatinya fokus mengatur tentang sektor kesehatan ternyata turut mencakup pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif yang bukan lagi mengatur pertembakauan tapi mematikan,” tegas Budhyman.
 
Baca juga: Industri Kretek Nasional 'Tercekik' PP 28/2024
 

Membebani IHT

AMTI juga berpandangan bahwa pengaturan pada pasal-pasal Pengamanan zat Adiktif dalam PP Kesehatan dibuat hanya untuk menambah beban IHT sehingga berimbas pada pengurangan tenaga kerja dan serapan bahan baku tembakau dan cengkeh. Salah satunya mengenai pengaturan ‘standardisasi kemasan’.
 
“Kemarin kita sama-sama lihat, rencana pelaksanaan pasal ini sangat eksesif, nuansanya adalah dorongan untuk menerapkan kemasan polos seperti ada di Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal Pemerintah Indonesia tidak meratifikasi FCTC,” ujar Budhyman.
 
Berkaca pada penyusunan RPP Kesehatan, Budhyman mengingatkan pemerintah harusnya dapat melindungi harapan dan mata pencaharian petani tembakau, petani cengkeh dan pekerja SKT dengan regulasi yang adil dan berimbang sehingga dapat menjadi payung pelindung bagi komoditas tembakau dan ekosistemnya.
 
“Seharusnya, pemerintah fokus untuk mengatasi ketimpangan serapan tenaga kerja bukan memperlebar jurang kemiskinan dengan menambah angka pengangguran di sektor IHT,”paparnya.
 
AMTI berharap pemerintah meninjau kembali PP 28/2024 dan tidak serta merta mengesahkan turunan teknis pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif pada RPMK tanpa mengedepankan partisipasi dari para pemangku kepentingan terdampak dan kementerian/lembaga yang relevan dengan ekosistem tembakau.
 
“Kami berharap pemerintah mempertimbangkan aspirasi pemangku kepentingan ekosistem tembakau nasional dan tidak mematikan sumber penghasilan kami dengan regulasi yang referensinya dari negara lain,” tegasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan