Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Industri Kretek Nasional 'Tercekik' PP 28/2024

Husen Miftahudin • 30 Agustus 2024 20:04
Jakarta: Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menolak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
 
Menurut Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan, ruang lingkup Pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429-463 dalam PP 28/2024 akan mengancam kedaulatan negara, selain juga akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.
 
Contohnya pada Pasal 435 yang berbunyi, 'Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan'.

Henry mensinyalir Pasal 435 adalah titipan untuk menuju kemasan polos yang sudah lama jadi misi kelompok anti tembakau yang memberikan tekanan pada pemerintah untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
 
"Perlu dicatat, negara yang mempunyai industri rokok yang besar seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing," tegas Henry dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 30 Agustus 2024.
 
Henry menegaskan, upaya pemerintah memperketat regulasi dengan memberlakukan PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, tidak hanya mematikan pabrik rokok kretek legal, tapi juga berdampak pada aspek sosialnya yang akan bertambah.
 
Penyerapan tembakau dan cengkeh dalam negeri akan menurun tajam serta dampak negatif sangat besar bagi kesejahteraan petani tembakau, cengkeh, pekerja logistik, pedagang dalam negeri dan kehilangan nafkah di sepanjang mata rantai nilai industri kretek legal nasional.
 
Henry mengungkapkan, industri kretek legal nasional sudah dalam kondisi rentan yang terlihat dari turunnya jumlah pabrik dari 4.000 di 2007 menjadi 1.100 pabrik di 2022. Tak pelak, pemerintah perlu bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial.
 
"Negara juga akan kehilangan penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) konvensional yang sangat besar, dan akan dibarengi dengan massifnya peredaran rokok ilegal," tukas Henry.
 
Baca juga: Target Penerimaan Cukai Naik, IHT Makin Harap-Harap Cemas
 

Dikhawatirkan ciptakan konflik sosial baru


Henry juga khawatir, terbitnya PP 28/2024 berpotensi menciptakan konflik sosial baru dalam pengawasan terhadap implementasi pasal-pasal 'jebakan batman'. Hal ini menimbulkan kekhawatiran regulasi tersebut belum tentu dapat mencapai tujuan pembuatannya karena tidak efektif di lapangan.
 
"Pengesahan PP 28/2024 membuktikan pemerintah gagal menyajikan keseimbangan perspektif antara kesehatan publik dan penguatan ekonomi dengan mengorbankan warga negaranya sendiri dan lebih memihak kepentingan asing," tutur dia.
 
Henry mengingatkan, kedaulatan negara yang diwujudkan dalam kemandirian pemerintah selayaknya secara mandiri mengambil kebijakan yang dibutuhkan. Pasalnya, Pemerintah Indonesia yang paling tahu kondisi Indonesia. Bukan pemerintah negara lain, terlebih lagi LSM dari luar negeri.
 
Pemerintah seharusnya menyadari saat proses membahas sebuah peraturan yang memunculkan implikasi luas terhadap publik, pemerintah tidak hanya mempertimbangkan satu aspek (kesehatan) saja.
 
"Dalam kasus PP 28/2024, di luar kesehatan, pemerintah semestinya mempertimbangkan aspek lain seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau, dan kontinuitas sektor industri kretek legal nasional, hingga penerimaan negara," terang dia.
 
Menurut Henry, secara umum hukum internasional melarang suatu negara atau pihak asing lainnya untuk campur tangan dalam urusan negara lain. Namun kerap kepentingan tersebut dititipkan oleh para proxy di suatu negara.
 
Rakyat berdaulat dan merekalah pemilik suara di negeri ini. Suara rakyat wajib didengar oleh pemerintah Indonesia, utamanya mereka yang hajat hidupnya bergantung pada industri kretek legal nasional.
 
"Kami tegaskan, GAPPRI menolak keras PP 28/2024 yang jelas arahnya pada misi perdagangan dan penyisipan agenda LSM asing yang disponsori oleh kapitalis industri pesaing kretek untuk menghancurkan industri kretek legal nasional," tutup Henry.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan