"Ada beberapa produsen rokok elektrik yang berminat investasi di Indonesia. Sepengetahuan kami, ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo dalam keterangan tertulis, Jumat, 4 November 2022.
Edy melihat, potensi bisnis rokok elektrik yang terus berkembang, menjadi peluang bagi para produsen rokok untuk menyuntikkan modalnya di sektor tersebut. Tren rokok elektrik diperkirakan muncul di Indonesia sejak 2010, dan semakin marak pada empat tahun terakhir.
Saat ini terdapat 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk rokok elektrik. Jumlahnya bertambah sekitar 40 persen dari total pengguna tahun lalu. Dengan perkembangan tersebut, tentunya membuat pemerintah perlu memberi perhatian.
Kemenperin masih menyiapkan pengaturan serta pengembangan terkait dengan mutu produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terus mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi. Pemerintah juga mendorong riset dan pengembangan untuk industri rokok elektrik
Lebih lanjut, pemerintah sangat memperhatikan kesehatan anak-anak di bawah umur. Terlebih rokok elektrik hanya boleh digunakan untuk orang berusia 18 tahun ke atas, sehingga perlu pengawasan yang ketat baik dari pemerintah maupun pelaku usaha.
"Secara kebijakan, pemerintah sudah mengakui keberadaan daripada industri rokok elektrik, dengan dibuktikan adanya pengenaan cukai," ujarnya.
Ketika dikenakan cukai pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik ini mencapai 98,9 persen dan meningkat menjadi 629,3 persen pada 2021. Tahun ini rokok elektrik ditargetkan bisa menyumbang cukai hingga Rp1 triliun atau naik dari estimasi tahun lalu sekitar Rp629 miliar.
Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo meminta kepada pemerintah agar dapat merelaksasi tarif cukai. Saat ini, cukai diatur dalam PMK No. 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.
Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik 10%, Sri Mulyani: Presiden Setuju |
Relaksasi diperlukan mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Pada 2021, kontribusi rokok elektrik terhadap penerimaan cukai negara dari industri hasil tembakau (IHT) senilai Rp629,3 miliar atau hanya 0,3 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
"Dengan kontribusi pajak masih 0,3 persen dari total produk IHT, maka kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan,” ujar Teguh.
Menurutnya, pelaku usaha berharap agar pemerintah memberi relaksasi terhadap industri rokok elektrik karena sebagai sektor padat karya. Saat ini tenaga kerja yang sudah terserap sekitar 80 hingga 100 ribu orang, sehingga berpeluang meningkatkan penerimaan negara.
Sementara General Manager RELX Indonesia, Yudhistira Eka Saputra mengatakan, pihaknya tengah mengkaji peluang untuk membangun pabriknya di Indonesia. Apalagi dengan pasar Indonesia yang sangat besar, maka dibutuhkan kajian yang panjang untuk menentukan regulasi.
"Kami mendukung penuh langkah pemerintah yang tengah menyusun SNI untuk produk hasil tembakau termasuk rokok elektrik. Kami berharap agar ke depannya bisa dipermudah untuk mendapatkan SNI, sehingga industri bisa tumbuh lebih besar lagi di Indonesia," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id