“Sejarah lama itu tidak boleh terulang lagi, jadi jangan ekspor bahan mentah, jadi tolong diingatkan pemimpin ke depan jangan ekspor bahan mentah, rakyat harus berani mengingatkan mengenai itu,” ujar Presiden dalam sambutannya pada acara Pengukuhan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), yang digelar di Lapangan Benteng, Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara, dilansir dari laman presidenri.go.id, Minggu, 20 Agustus 2023.
Sebelumnya, Jokowi menyebut ekspor bahan mentah yang dilakukan oleh Indonesia telah berlangsung sejak zaman VOC Belanda, yakni sudah lebih dari 400 tahun. Ia pun menilai hal tersebut tidak memberikan nilai lebih terhadap Indonesia.
“Sudah lebih dari 400 tahun kita ini selalu mengekspor bahan mentah, sejak VOC, kirim bahan mentah, kirim bahan mentah. Ya kita dapat, dapat uang tapi sangat kecil sekali,” ujar dia.
Baca juga: Presiden: Keuntungan Hilirisasi Nikel Capai Rp510 T |
Selain itu, Kepala Negara itu juga memaparkan kejadian serupa juga terjadi pada 1970 dan 1980, saat komoditas yang dimiliki banyak oleh Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.
“Dulu Indonesia ini pernah booming minyak pada 70-an, tapi kita tidak mendapatkan nilai tambah dari sana. Pada 80-an saya ingat kita ini pernah booming kayu, hutan banyak yang dibabat tapi kita juga tidak mendapatkan nilai tambah dari sana,” jelas dia.
Pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi
Oleh karenanya, saat ini pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah terhadap penghasilan negara. Jokowi pun memberikan contoh nyata dalam hal tersebut yakni nilai ekspor yang melompat setelah memberhentikan ekspor nikel mentah.“Saya berikan contoh saja nikel, ini sering saya sampaikan waktu ekspor bahan mentah ini sebelum 2020, waktu ekspor bahan mentah kita setahun itu hanya dapat kira-kira USD2,1 miliar, artinya hanya kurang lebih Rp32 triliun, begitu dihilirisasi, diindustrialisasi menjadi USD33,8 miliar, dari Rp32 triliun menjadi Rp510 triliun kurang lebih, lompatannya berapa kali?" ungkap dia.
Lebih lanjut, Kepala Negara menjelaskan dari lompatan tersebut tentunya berdampak terhadap negara, baik dari segi penerimaan negara hingga pembukaan lapangan kerja.
“Sebelum hilirisasi kesempatan kerja, pembukaan lapangan kerja ada di negara lain, setelah hiliriasi lapangan kerja terbuka di dalam negeri. Karena, negara dari nikel itu sekali lagi dapat PPN, Pajak Pertambahan Nilai, dapat PPH perusahaan, dapat PPH karyawan, dapat royalti, dapat penerimaan negara bukan pajak, dapat bea ekspor,” ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News